Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terjerat Kasus Impor Gula, Tom Lembong Berdalih Tidak Ambil Keuntungan Satu Rupiah Pun

Tom Lembong kata Zaid secara tegas menyatakan tidak mengambil keuntungan satu rupiah pun pada kebijakan impor gula tersebut. 

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Terjerat Kasus Impor Gula, Tom Lembong Berdalih Tidak Ambil Keuntungan Satu Rupiah Pun
Kolase Tribunnews.com/Istimewa
Mantan menteri perdagangan era Jokowi, Tom Lembong dijerat Kejaksaan Agung sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula kristal. Thomas Lembong menegaskan tak mengambil keuntungan satu rupiah pun dan berikan keuntungan untuk perusahaan swasta dari kebijakan yang dibuatnya tersebut. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong berikan pesan untuk masyarakat terkait penetapan tersangkanya atas kasus dugaan korupsi impor gula.

Thomas Lembong menegaskan tak mengambil keuntungan satu rupiah pun dan berikan keuntungan untuk perusahaan swasta dari kebijakan yang dibuatnya tersebut.

Baca juga: Tom Lembong Ajukan Praperadilan atas Penetapan Tersangka Kasus Impor Gula, Berikut Isi Gugatannya

"Pesan Pak Thomas Lembong kepada seluruh masyarakat atas support-nya beliau mengucapkan terima kasih banyak," kata penasihat hukum Thomas Lembong, Zaid Mustafa di PN Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2024). 

Tom Lembong kata Zaid secara tegas menyatakan tidak mengambil keuntungan satu rupiah pun pada kebijakan impor gula tersebut. 

"Ataupun memberikan keuntungan kepada pihak swasta secara melawan hukum. Itu yang ditegaskan beliau," jelas Zaid. 

Baca juga: Kejagung Tanggapi Langkah Praperadilan Tom Lembong dalam Kasus Gula

Hal itu kata Zaid karena proses pengambilan kebijakan impor, itu ada prosedurnya, itu ada mekanismenya. 

Berita Rekomendasi

"Dan seluruh surat-menyurat antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian BUMN serta perusahaan swasta, itu diketahui oleh kementerian-kementerian lain terkait, termasuk Kementerian Keuangan,"

Apabila ada kerugian negara, kenapa setelah sembilan tahun, kata Zaid. Padahal surat itu diterima sembilan tahun yang lalu, ketika korespondensi itu dilakukan.

"Dan yang kedua, bahwa kebijakan impor itu untuk menangani dua hal. Satu, kekurangan stok. Dua, naiknya harga," kata Zaid. 

"Tidak bisa hanya bicara bahwasannya pada saat rapat koordinasi stok kita surplus. Kalau stok kita surplus tapi harga masih naik, nah ini juga harus diatasi dengan impor. Tapi nanti wilayah itu akan dijelaskan oleh ahli," tegasnya. 

Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.

Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di periode pertama Presiden Joko Widodo.

Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp 400 miliar.

"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.

Baca juga: Tom Lembong Berniat Ajukan Praperadilan Lawan Penetapan Status Tersangka di Kejaksaan Agung

Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.

Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.

"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.

Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.

Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.

Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.

Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.

"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas