Sidang Korupsi Timah, Terungkap Percakapan Bos Smelter Swasta Via WhatsApp yang Buat Hakim Penasaran
Terungkap sejumlah percakapan via WhatsApp yang dilakukan bos smelter swasta terkait kasus korupsi tata niaga timah dalam sidang hari ini.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terungkap sejumlah percakapan via WhatsApp yang dilakukan bos smelter swasta terkait kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan keuangan negara hingga Rp 300 triliun.
Percakapan para bos smelter lewat WhatsApp tersebut terungkap dalam sidang lanjutan korupsi timah yang menjerat bos smelter swasta CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron alias Aon, Direktur Utama CV VIP Hasan Tjie, Komisaris CV VIP Kwang Yung Alias Buyung, dan Manajer Operasional CV VIP Achmad Albani.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan Ahli Digital Forensik Deni Sulistyantoro sebagai saksi ahli.
Diketahui Deni Sulistyantoro adalah pihak yang diminta Kejaksaan Agung untuk mengekstrak barang bukti elektronik termasuk ponsel yang disita penyidik.
Hakim Anggota Alfis Setyawan sempat membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Deni Sulistyantoro.
Hakim Alfis mencoba mengkonfirmasi Deni perihal adanya bukti chat yang didalamnya tertera nama bos CV VIP Tamron alias Aon.
Baca juga: Soal Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Timah, Ahli: Harus Bersifat Nyata, Tidak Boleh Asumsi
Atas dasar temuan itu, Hakim juga bertanya kepada Deni maksud dari pembicaraan bos smelter swasta tersebut.
"Di sini kan ada hasil pembicaraan melalui media chat ini ada Aon: sip udah ngalah ada chatnya begitu, Aon sip udah ngalah, ada temuan lain enggak terkait ini, ini mengalah terkait apa, ini pembicaraan tentang apa sih kok ada kalimat Aon: Sip udah ngalah?" tanya Hakim.
Deni mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan digital forensik yang ia lakukan seluruh percakapan yang dilakukan Aon memang benar ada.
Akan tetapi Deni mengaku tidak tahu maksud dari pembicaraan yang tertera dalam bukti elektronik yang dirinya periksa tersebut.
Baca juga: Sidang Korupsi Timah Terdakwa Helena Lim dan Riza Pahlevi, Jaksa Hadirkan Saksi Fakta dan Ahli
Pasalnya dalam penugasan tersebut, Deni menjelaskan, dirinya hanya diminta mengekstrak barang bukti saja.
"Penyidik hanya mengkonfirmasi komunikasi ini ada saudara ambil dari handphone apa, bagaimana, sehingga itu yang kami tuangkan dalam laporan bentuknya apa, berkomunikasi dengan siapa timenya jam berapa," jelas Deni.
Hakim yang masih penasaran kemudian kembali bertanya kepada Deni apakah terdapat temuan lain yang bisa menjelaskan maksud daripada percakapan di WhatsApp tersebut.
Lagi-lagi Deni menyebut dirinya tidak bisa menjelaskan perihal maksud isi konten tersebut lantaran memang bukan ranahnya.
"Ada temuan enggak untuk bisa lebih menjelaskan ini dalam konteks apa Aon VIP udah mengalah ini?" tanya Hakim.
"Kalau secara konten saya tidak bisa menjelaskan yang mulia maksudnya seperti apa juga," jawab Deni.
Kemudian selain percakapan tersebut, Hakim Alfis kembali merinci isi daripada BAP milik Deni.
Di sana kemudian terungkap terdapat percakapan lain yang masih berkaitan dengan para petinggi smelter swasta.
Adapun dalam percakapan WA ini nama Manajer Operasional CV VIP turut disebut dalam percakapan tersebut.
"Termasuk di sini ada chat 'Ya yang bocorin si Albani Venus, biar aja mereka yang dicecar' ini?," tanya Hakim.
"Saya juga tidak paham yang mulia," ujar Deni
"Tidak paham ya ini dalam konteks apa, yang bocor, ini bocor apa ya?" tanya Hakim.
"Karena itu bukan dari saya kenapa itu masuk dalam BAP, saya diminta untuk mengkonfirmasi, saya cek dari hasil akuisisi ternyata benar ada. Sampai sebatas itu saja," kata Deni.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun.
Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.