Mahkamah Konstitusi Tegaskan Warga di Perantauan Tak Punya Hak Pilih di Pilkada
Pembatasan hak memilih ini berlaku untuk pemilihan gubernur, bupati, walikota, dan pemilihan kepala daerah lainnya.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan yang ingin mempertahankan hak pilih mereka meski sudah pindah domisili dari daerah asal.
Dalam sidang perkara nomor 137/PUU-XXII/2024, Kamis (14/11/2024), Hakim Guntur Hamzah menegaskan ihwal pemilih yang tidak lagi berdomisili di daerah pemilihan yang bersangkutan tidak berhak menggunakan hak pilihnya untuk memilih kepala daerah di wilayah tersebut.
Baca juga: Bawaslu: Warga Usia 17 Tahun saat Hari Pencoblosan Bisa Gunakan Hak Pilih dengan Syarat Ini
“Adapun hak memilih kepala daerah bagi pemilih yang tidak bertempat tinggal/berdomisili yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk di daerah pemilihan yang bersangkutan pada dasarnya memang tidak ada,” ujar Guntur di Gedung MK, Jakarta.
“Artinya, ketika pemilih sudah keluar dari daerah pemilihannya maka hak memilihnya tidak valid lagi untuk digunakan,” ia menambahkan.
Hal ini bertujuan menjaga kemurnian sistem pemilihan berbasis daerah pemilihan, di mana kepala daerah yang terpilih harus dapat mempertanggungjawabkan kebijakan kepada pemilih yang sah berasal dari daerah tersebut.
Sistem pemilihan dinilai penting untuk memastikan akuntabilitas kepala daerah terhadap warganya.
MK juga menegaskan, jika pemilih yang sudah pindah domisili tetap diberikan hak pilih, hal tersebut dapat merusak sistem pertanggungjawaban kepala daerah yang terpilih.
Baca juga: Respons Gerakan Coblos Kotak Kosong, KPU Klaim Minat Masyarakat Gunakan Hak Pilih Tinggi
Pembatasan hak memilih ini berlaku untuk pemilihan gubernur, bupati, walikota, dan pemilihan kepala daerah lainnya yang berbasis daerah pemilihan yang sama.
Keputusan ini juga sekaligus menjawab permohonan yang diajukan para pemohon untuk memungkinkan pemilih pindah domisili menggunakan hak pilih mereka melalui teknologi elektronik atau proxy voting.
Namun, MK berpendapat sistem pemilihan yang memanfaatkan peralatan elektronik atau proxy voting tidak dapat digabungkan dengan sistem pemilihan konvensional yang berlaku.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.