Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rancangan Permenkes Resahkan Petani Tembakau di Jateng: Tembakau Sumber Kehidupan Tidak Tergantikan

kebijakan ini punya potensi dampak yang nyata terhadap nasib para petani tembakau di Jawa Tengah yang merupakan salah satu kawasan sentra tembakau

zoom-in Rancangan Permenkes Resahkan Petani Tembakau di Jateng: Tembakau Sumber Kehidupan Tidak Tergantikan
istimewa
Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah Nanang Teguh Sambodo dalam forum diskusi Ruang Rembuk bertajuk ‘Dampak Polemik Regulasi Nasional terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah’ yang digelar di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (14/11/2024). (Istimewa) 

TRIBUNNEWS.COM - Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih menuai polemik. Tidak lain karena imbasnya terhadap industri hasil tembakau (IHT). 

Polemik ini terus berlanjut karena aturan turunan PP 28/2024, yaitu Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), ditolak oleh berbagai pihak. Rancangan peraturan ini membuat banyak komponen dalam ekosistem IHT merasa terancam. Salah satunya yakni para petani tembakau

Padahal, kegaduhan tentang regulasi-regulasi ini harusnya bisa disudahi. Sebab menurut anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi baru-baru ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah memutuskan untuk menunda Rancangan Permenkes tersebut. 

Namun kabar tersebut ternyata tidak mampu meredam polemik di lingkaran ekosistem pertembakauan, khususnya di Jawa Tengah, karena belum adanya klarifikasi dan ruang diskusi dari jajaran Kementerian Kesehatan. 

Keresahan itu disampaikan oleh Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Nanang Teguh Sembodo, yang menyebut kebijakan ini punya potensi dampak yang nyata terhadap nasib para petani tembakau di Jawa Tengah, yang merupakan salah satu kawasan sentra tembakau di Indonesia dengan jumlah petaninya yang besar. 

“Kalau kita lihat tanaman tembakau erat hubungannya dengan rokok. Jawa Tengah kebetulan adalah sentra tembakau terbesar selain Jawa Timur,” ucap Nanang dalam forum diskusi Ruang Rembuk bertajuk ‘Dampak Polemik Regulasi Nasional terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah’ yang digelar di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (14/11/2024).

Masih kata Nanang, persebaran pertanian tembakau di Jawa Tengah dimulai dari Solo Raya, Boyolali, hingga Sragen. Boyolali sendiri merupakan persebaran dengan wilayah pertanian tembakau paling besar, yakni seluas 3.500 hektare. 

Berita Rekomendasi

Sementara untuk jumlah petani tembakau di Jawa Tengah setidaknya berkisar 450-600 ribu orang yang menggantungkan hidupnya di komoditas ini. 

“Ini yang menjadi daya tarik perekonomian berputar. Banyak yang setelah panen tembakau bisa memenuhi kebutuhan, bahkan menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Ini semua bisa terjadi dari hasil panen tembakau,” ungkapnya. 

Menurut Nanang, tembakau juga kerap menjadi andalan di musim-musim di mana tanaman lain mengalami kesulitan panen. 

“Pada salah satu tahun, selama empat bulan banyak lahan petani tidak bisa ditanami tanaman yang lain karena mereka mengandalkan air. Tanaman tembakau mampu tumbuh dengan air yang sedikit. Dari pengalaman ini, di Temanggung, Wonosobo, otomatis semua satu desa, bisa dibilang 85 persen menanam tembakau,” terangnya.

Baca juga: Polemik PP 28/2024 dan RPMK, Ini Kata Asosiasi Petani Tembakau  

Dampak negatif mulai dirasakan petani tembakau

“Dalam Rancangan Permenkes itu disebutkan, akan ada penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Belum lagi larangan lain dalam PP 28/2024. Serapan industri tentu bisa berkurang dan itu memusingkan kami kawan-kawan petani untuk menjual hasil panen ke mana,” ujarnya.

Akhir kata, Nanang berharap besar pada pemerintahan baru Prabowo-Gibran untuk bisa meninjau kembali PP 28/2024 dan membatalkan Rancangan Permenkes. Pasalnya, bagi ribuan petani di Jawa Tengah, tembakau sudah menjadi sumber kehidupan. 

“Tembakau ini sumber kehidupan, tidak bisa tergantikan. Jadi saya berharap pada pemerintahan Prabowo-Gibran, tembakau ini jangan didiskriminasi,” pungkas Nanang. 

Forum diskusi Ruang Rembuk bertajuk ‘Dampak Polemik Regulasi Nasional terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah’ ini juga dihadiri oleh Wakil Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Andreas Hua, Pengamat Kebijakan Publik Dwijo Suyono, dan Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Sebelas Maret Malik Cahyadin.

Baca juga: Sekjen HKTI Harap Presiden Terpilih Beri Perhatian Lebih ke Nasib Petani Tembakau

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas