Kejagung Ungkap Surati Kedubes Singapura Tarik Paspor Hendry Lie yang Masa Berlaku Habis 27 November
Hendry merupakan salah satu tersangka kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp 300 triliun itu.
Editor: Dewi Agustina
Setelah kabur sejak Maret 2024, pada Senin (18/11/2024) malam Hendry terpaksa pulang ke Indonesia lantaran masa berlaku paspornya akan habis pada 27 November.
Qohar menyebut Hendry tak bisa melakukan proses perpanjangan paspor lantaran pihaknya telah melayangkan surat penarikan paspor yang bersangkutan.
"Jadi untuk kepulangan ke Indonesia, karena yang bersangkutan paspornya berakhir pada tanggal 27 November 2024. Tidak memungkinkan untuk perpanjangan karena penyidik sudah melayangkan surat ke Kedubes Singapura melalui Imigrasi, untuk melakukan penarikan terhadap paspor yang bersangkutan," ujarnya.
Hendry kemudian mencoba kembali ke Indonesia secara diam-diam untuk menghindari petugas.
Namun penyidik Kejaksaan ternyata sudah mendeteksi kepulangan diam-diam tersangka korupsi timah itu dari Singapura.
"Yang bersangkutan kembali ke Indonesia secara diam-diam dengan harapan, dengan maksudnya menghindari petugas," tutur Qohar.
"Tapi kita bisa tahu karena penyidik selalu memonitor, kemudian ada perwakilan Atase Kejaksaan di Singapura, ada tim Siri dari intelijen yang selalu mengikuti, memantau pergerakan yang bersangkutan," imbuhnya.
Dalam kasus ini Hendry Lie dijerat bersama adiknya, Fandy Lingga sebagai tersangka.
Mereka merupakan petinggi PT Tinindo Inter Nusa--perusahaan yang menjadi salah satu bagian dari pengerjaan atau rantai komoditas Timah di Bangka Belitung.
Keduanya juga disebut membentuk dua perusahaan boneka berkedok penyewaan alat peleburan timah untuk menutupi kegiatan pertambangan ilegal yang terjadi.
Sejauh ini Kejagung telah menjerat total 22 tersangka.
Selain Hendry Lie, mereka yang sudah dijerat sebagai tersangka di antaranya Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, hingga suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis, yang menjadi perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Mega korupsi ini disebut menimbulkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun.
Jumlah kerugian itu didapat berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).