Menteri HAM: Pemulangan Mary Jane dan Bali Nine Ubah Predikat PBB untuk Indonesia
Hal ini menyusul kebijakan pemerintah memulangkan terpidana mati Mary Jane dan Bali Nine ke negara asalnya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyampaikan hasil predikat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Indonesia berubah dari predikat “negatif” ke “netral”.
Hal ini menyusul kebijakan pemerintah memulangkan terpidana mati Mary Jane dan Bali Nine ke negara asalnya.
Predikat PBB tersebut muncul dalam pertemuan tahunan di Jenewa akhir November 2024.
"Berdasarkan laporan pertemuan PBB pada poin 13 yang disampaikan kepada Indonesia ada beberapa hal yang menggembirakan salah satunya terkait kemajuan yang dicapai terkait pembatalan vonis hukuman mati dan pemulangan terpidana mati ke negara asalnya,” kata Pigai dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).
Dikatakan Pigai, dalam kasus Mary Jane Veloso, delegasi Indonesia yang dipimpin Kementerian HAM melalui Plt. Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM dan didampingi oleh pejabat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Indonesia mendapat apresiasi.
“Jika sebelumnya Indonesia dirujuk 'negatif' kini menjadi negara yang dirujuk 'netral'. Ini suatu kemajuan sekaligus prestasi yang ditorehkan oleh pemerintahan baru Presiden Prabowo
Subianto dalam waktu 60 hari,” kata Pigai.
Ditegaskan Pigai, predikat PBB ini merupakan pencapaian jika dibandingkan dengan penilaian
sebelumnya.
Indonesia, menurut Pigai, pernah berada pada titik terendah dan terburuk penilaian PBB.
“Pada tahun 2015 Indonesia berada pada titik terendah dan terburuk di dunia dengan kategori Unfair trial di dunia,” sambung Pigai dengan menambahkan apa yang dicapai ini merupakan
pengejawantahan yang konsisten terkait poin satu asta cita mengenai Hak Asasi Manusia.
Pigai menambahkan meski demikian Kementerian HAM tetap akan mendorong perbaikan melalui kebijakan progresif terkait sektor bisnis dan HAM.
Terutama sektor kelapa sawit, pengelolaan tambang, bisnis yang melibatkan korporasi besar yang berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat adat, hak sosial, nilai budaya, ekonomi, partisipasi masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.
“Bahwa ada penilaian ini kita apresiasi tapi tidak untuk berpuas diri. Karena masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan secara bertahap,” ujar Pigai.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.