DPR, IPW hingga Pengamat Desak Pecat Polisi yang Peras WN Malaysia di Acara DWP 2024
Seruan agar polisi yang terlibat dalam pemerasan warga negara (WN) Malaysia segera dipecat terus bermunculan dari sejumlah kalangan.
Editor: Hasanudin Aco
Sugeng membeberkan sejumlah alasan oknum polisi terlibat pemerasan tersebut perlu dihukum berat.
Pertama, tindakan pemerasan telah mempermalukan Indonesia di dunia internasional.
Kedua, tindakan memeras sepertinya menjadi satu pola umum atau pola kebiasaan yang mereka lakukan.
Sugeng mengatakan oknum polisi yang diduga melakukan pemerasan dinilai tidak bisa berpikir jernih bahwa korban-korban yang mereka peras adalah warga negara Malaysia yang punya pandangan stereotip buruk kepada Indonesia.
"Apakah mereka tidak tahu bahwa Malaysia, warga negara Malaysia sebagai bangsa serumpun itu punya pandangan stereotip seperti ini? Tindakan memeras ini mengabaikan kondisi-kondisi yang jadi latar belakang," imbuhnya.
Sugeng menduga 34 oknum Kepolisian yang dimutasi Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto punya kebiasaan menyalahgunakan kewenangannya dalam menjalankan tugasnya.
"Jadi, pemecatan adalah satu hal yang harus dilakukan," katanya.
Tindakan pemerasan juga merupakan tindak pidana yang melanggar hukum di dalam jabatan.
"Memeras, meminta sesuatu dengan menggunakan kewenangannya adalah tindak pidana korupsi," katanya.
IPW mendorong Kortastipidkor bekerja menangani kasus pidana tersebut karena ini sudah masuk ke dalam tindak korupsi.
Kortastipidkor harus menunjukkan kinerjanya yang nyata sebab kasus tersebut masuk dalam tindak korupsi.
2. Pengamat: Harus Dipecat Agar Ada Efek Jera
Institusi Polri akan dinilai melindungi polisi yang memeras penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) jika tidak memberikan sanksi tegas berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap para pelaku pada sidang kode etik yang rencananya digelar pekan depan.
Hal tersebut disampaikan oleh pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto.
“Bila tidak dilakukan sanksi keras berupa PTDH, asumsi yang muncul adalah kepolisian melindungi personelnya yang melakukan pelanggaran pidana pungli dan pemerasan. Ada apa?” kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat (27/12/2024) dikutip dari Kompas.com.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.