Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Tolak Gugatan Alex Marwata Soal Larangan KPK Bertemu Tersangka Korupsi

MK menolak gugatan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alex Marwata, terkait uji materi pasal 36 UU KPK.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in MK Tolak Gugatan Alex Marwata Soal Larangan KPK Bertemu Tersangka Korupsi
Tribunnews.com/Reynas Abdila
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alex Marwata, terkait uji materi pasal 36 huruf a Undang-Undang KPK. 

Gugatan tersebut berfokus pada larangan bagi pimpinan KPK untuk berhubungan dengan tersangka korupsi.

Dalam putusannya, MK menyatakan aturan tersebut tidak bersifat diskriminatif.

"Menolak permohonan Pemohon I untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara nomor 158/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

Alex sebelumnya mengajukan gugatan karena menilai pasal tersebut diskriminatif dibandingkan aturan pada aparat penegak hukum lainnya. 

Ia berargumen, pimpinan KPK seharusnya mendapatkan jaminan kepastian hukum dalam menjalankan tugasnya. 

Berita Rekomendasi

Alex juga menyebut beberapa pegawai KPK pernah dipanggil dalam proses penyelidikan dugaan pelanggaran pasal tersebut akibat kurangnya kepastian hukum.

Namun, dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa aturan tersebut tidak bersifat diskriminatif

"Artinya, meskipun sesama lembaga penegak hukum antara KPK dengan lembaga lainnya, namun antara lembaga hukum yang satu dengan lainnya memiliki karakter yang berbeda, karena masing-masing tidak dapat dipisahkan dengan sifat kelembagaan yang memiliki etika profesi bagi pelaksana aparat penegak hukumnya," ujar hakim konstitusi Arief Hidayat.

MK juga menyatakan bahwa pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak melanggar prinsip kepastian hukum. 

"Diskriminasi baru dapat dikatakan ada jika terdapat perlakuan yang berbeda tanpa adanya alasan yang masuk akal (reasonable ground) guna membuat perbedaan itu,” ujarnya.

“Terlebih, diskriminasi itu adalah memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang sama dan sebaliknya bukan diskriminasi jika memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang memang berbeda," sambung Arief. 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas