Respons 3 Partai Nonparlemen usai MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen
Tiga partai nonparlemen semringah atas dihapusnya presidential threshold 20 persen oleh MK. Partai menilai putusan menjadi kemajuan demokrasi.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Pravitri Retno W
"Bagus ya, keputusan yang progresif lah. Kenapa progresif? kita kan tidak harus melihara ya, undang-undang yang jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 dengan konstitusi."
"Jadi melihara, apalagi merawatnya dalam waktu yang cukup lama," kata Benny saat dikonfirmasi, Kamis.
Di sisi lain, Benny mengatakan, pihaknya juga memberikan catatan kepada MK.
Menurutnya, seharusnya hakim konstitusi juga menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.
Sebab, kata Benny, sejumlah partai politik yang tidak lolos ke parlemen memiliki dukungan suara rakyat cukup besar.
"Contohnya, misalnya pemilu legislatif 2024 itu menghasilkan beberapa partai yang tidak lolos ke parlemen, tapi memiliki pendukung yang begitu besar, ya. Jumlahnya yaitu 17 juta," ungkapnya.
"Jadi, ada 17 juta kepala manusia warga negara Indonesia yang tidak memiliki perwakilan politik di parlemen. Karena partai yang didukung itu tidak lulus PT, kan, gitu ya. Kenapa tidak lulus PT? Karena PT-nya 4 persen," lanjutnya.
Alasan MK Kabulkan Gugatan Presidential Threshold
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dan timnya yang merupakan mahasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
Adapun permohonan tersebut terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan presidential threshold yang tertuang dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
Satu hal yang dapat dipahami mahkamah , penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.