Data DKPP, Penyalahgunaan Kekuasaan Penyelenggara hingga Asusila Warnai Pelanggaran Pemilu 2024
Penyalahgunaan kekuasaan/konflik kepentingan menjadi salah satu kategori pelanggaran tertinggi dalam Pilkada dengan total 76 kasus.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tahun 2024 yang dirilis Senin (6/1/2025), menunjukkan penyalahgunaan kekuasaan/konflik kepentingan menjadi salah satu kategori pelanggaran tertinggi dalam Pilkada dengan total 76 kasus.
Kategori pelanggaran ini sering kali melibatkan pejabat atau pihak berwenang yang memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, sehingga menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilu.
Selain itu, kategori pelanggaran ihwal asusila juga mewarnai. Meski jumlahnya tak mencapai angka belasan, tetap menjadi perhatian serius.
Total, sebanyak 548 kasus pelanggaran pemilu tercatat sepanjang tahun 2024. Kategori kelalaian pada proses pemilu menjadi penyumbang terbanyak, yakni 107 kasus.
Selain itu, pelanggaran lain yang cukup signifikan meliputi manipulasi suara (71 kasus), dan perbuatan tidak adil (66 kasus). Pelanggaran Hukum juga tidak kalah mencolok dengan total 48 kasus yang terlaporkan.
Beberapa kategori lainnya seperti kecurangan saat pemungutan suara, tidak ada kategori yang dilanggar, dan tidak adanya upaya hukum yang efektif masing-masing mencatat 42 kasus, menunjukkan adanya kompleksitas dalam penyelesaian pelanggaran.
Sebagai informasi, sepanjang tahun 2024, DKPP RI menerima 790 pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).
Dari total 790 pengaduan yang diterima, sebagian besar kasus terjadi pada akhir tahun, dengan puncak pengaduan tertinggi di bulan Desember sebanyak 125 kasus.
Ketua DKPP, Heddy Lugito, dalam Konferensi Pers Laporan Akhir Tahun DKPP menyebutkan bahwa meski pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024 berhasil, tingginya jumlah pengaduan menunjukkan masih banyaknya tantangan yang harus dihadapi dalam menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu.
“Pengaduan tertinggi terjadi bulan Desember sebanyak 125, kemudian Maret (98), dan Mei (79),” ujar Heddy di Kantor DKPP RI, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).
Dari 237 perkara yang disidangkan sepanjang 2024, sebanyak 66 penyelenggara Pemilu diberhentikan tetap, 5 di antaranya dicopot dari jabatan Ketua.
Sementara itu, 260 Teradu menerima Teguran Tertulis dengan sanksi Peringatan, 101 Peringatan Keras, dan 26 Peringatan Keras Terakhir.
Namun, sebanyak 532 penyelenggara direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar KEPP.
Berikut adalah kategori pelanggaran dan jumlah teradu:
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.