Transaksi Kripto di Indonesia Capai Rp 400 Triliun, Risiko Keamanan Siber Jadi Sorotan
Executive Chairman Digital Banking Institute Bari Arijono menyoroti risiko-risiko baru yang muncul dari pesatnya perkembangan cryptocurrency
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Executive Chairman Digital Banking Institute Bari Arijono menyoroti risiko-risiko baru yang muncul dari pesatnya perkembangan cryptocurrency atau mata uang kripto.
Menurutnya dari sisi perekonomian, ekonomi digital yang saat ini digaungkan akan mulai bergeser ke ekonomi distribusi atau ekonomi blockchain.
"Banyak sekali kegiatan menggunakan cryptocurrency dan perkembangannya cukup cepat di Indonesia, ada sekira Rp 400 triliun transaksi dan melebihi Bursa Efek Indonesia. Ini suatu fenomena," ujarnya dalam webinar "Cyber Crime Emergency: Developing IT Solutions, Behavior, and Awareness In The Banking Ecosystem", ditulis Senin (30/5/2022).
Baca juga: Pendiri Microsoft Bill Gates Beberkan Rahasia Tentang Alasannya Menjauhi Kripto
Karena itu, hal ini harus dilihat secara benar sebagai peringatan, terutama apakah bajal ada risiko digital baru dari besarnya nilai transaksi kripto yang muncul dan bagaimana mitigasinya.
"Dapat dilihat perkembangannya cukup cepat, bagaimana cryptocurrency saat ini sudah ada di depan mata, dan sudah 12 juta pengguna. Baik itu pedagang maupun investor yang aktif menggunakan mata uang digital di jaringan internet tersebut," kata Bari.
Lebih lanjut, pesatnya perkembangan cryptocurrency pada gilirannya akan membuat bank sentral seperti Bank Indonesia untuk membuat Central Bank Digital Currency (CBDC) atau rupiah digital.
Baca juga: Bakal Jadi Tahun yang Sulit untuk Aset Kripto, 10 Koin Kripto Kapitalisasi Terbesar Masih Bearish
"Dengan adanya CBDC, maka risiko (kemanan siber) akan muncul lebih besar lagi," pungkasnya.