Toyota: Murah atau Mahalnya Kendaraan Ramah Lingkungan Tergantung Pajak Pemerintah
Jika melirik ke Thailand, kendaraan hybrid bisa lebih murah karena pajak yang diterapkan juga murah.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG - PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengajak media berkunjung di fasilitas edukasi xEV Center di Toyota Karawang Plant, Jawa Barat, Senin (22/1/2024).
Di sini, Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam, berbagi pandangan mengenai elektrifikasi ke depan yang lebih cocok di Indonesia.
Multipathway dirasa Bob paling tepat, sebab memberikan masyarakat banyak pilihan kendaraan ramah lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan.
Baca juga: Pabrikan Daihatsu di Malaysia Akan Mulai Produksi Mobil Listrik Pertama di 2025
Saat ditanya mengenai model kendaraan hybrid terbaru apa yang akan disajikan Toyota ke konsumen, Bob Azam justru meminta pendapat dari media.
"Mending Innova (hybrid) lebih murah atau yang baru lebih murah. Murah atau mahal ini tergantung pajak dari pemerintah," tutur Bob, Senin (22/1/2024).
Jika melirik ke Thailand, kendaraan hybrid di negara tersebut bisa lebih murah karena pajak yang diterapkan juga murah.
"Sekarang di Thailand hybrid bisa lebih murah karena pajak lebih murah, jadi lebih berkembang," jelasnya.
Dengan berkembangnya pasar segmen tersebut, menurut Bob bisa menarik investasi baru datang ke industri ini.
"Berkembangnya industri lebih cepat, investasinya jadi (banyak masuk). Kita tidak hanya lihat sepotong tapi lihat keseluruhan," ungkapnya.
Guna mengubah pasar, wajib dilakukan perubahan, baik itu insentif maupun penalti. Insentif juga bukan hanya diberikan ke konsumen, tetapi produsen.
"Kita sudah memberikan masukan kepada pemerintah untuk mengembangkan pasar, karena udah 10 tahun 1 juta unit terus. Kemudian insentif, selama ini yang dapat insentif konsumen tapi produsen belom dapat insentif. Kenapa produsen butuh insentif, untuk menjembatani antara teknologi dan pasar. Kadang-kadang kita ingin teknologi tinggi tapi pasar tidak menyerap. Di situ kita butuh insentif kalau nunggu pasar takut keduluan yang lain," ujar Bob.