Transformasi Ekosistem Pembelajaran Vokasi Berbasis Industri
Kolaborasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kompetensi lulusan SMK menjadi salah satu agenda besar dalam transformasi pendidikan vokasi.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, HANNOVER – Kolaborasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kompetensi lulusan SMK menjadi salah satu agenda besar dalam transformasi pendidikan vokasi. Hal tersebut mengemuka dalam sesi konferensi di Hannover Messe 2023, Jerman, pada Kamis (20/4), dengan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati, tampil sebagai salah satu narasumber.
Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Kiki mengatakan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membagi transformasi yang berada di bawah payung Merdeka Belajar ini dalam enam kategori. Mulai dari ekosistem, tenaga pendidik, pedagogi, kurikulum, dan sistem evaluasi dalam pembelajaran.
“Jadi yang kita utamakan adalah pendidikan yang berbasis pada siswa, dengan memberikan pendidikan menyenangkan. Ada pula beasiswa mulai dari beasiswa industri, magang, teaching factory di sekolah dan kampus yang “dibangun” dengan industri,” ujar Dirjen Kiki pada konferensi bersama dua pembicara lain, yaitu Rudy Salahuddin, Deputi bidang Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM, Kementerian Koordinator bidang Perekonomian; dan Luc Laeveren, Manajer Dukungan Teknis Pra-Penjualan IMEC Belgia, dengan tema Investasi Sumber Daya Manusia untuk Daya Saing Industri, di panggung utama pavilion Indonesia di Hannover Messe.
Kiki mengatakan, ada tiga nilai utama dalam sistem pendidikan vokasi saat ini. Pertama, bagaimana pendidikan vokasi menyiapkan lulusan sekaligus warga negara yang baik. Warga negara yang mencintai tanah airnya. Kedua, adanya peningkatan nilai ekonomi, yaitu bagaimana lulusan SMK bisa tegak lurus dengan kebutuhan industri. Dan yang ketiga adalah nilai sosial, di mana siswa perlu memahami bahwa keberadaan mereka di masyarakat harus membawa manfaat.
Guna mengimplementasikan nilai sistem pendidikan vokasi tersebut, kata Kiki, perlu kolaborasi dari para pemangku kepentingan. Khusus dengan industri, ia menjelaskan bahwa Kemendikbudristek bekerja sama erat lintas kementerian untuk memetakan kebutuhan apa saja yang saat ini dan di masa depan paling banyak dibutuhkan. Peta itulah yang akan menjadi panduan bagi Kemendikbudristek untuk menyusun kebijakan yang berdampak pada SDM seperti apa yang dibutuhkan.
“Kami menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri, supaya keterserapan tenaga kerja bisa mencapai level tertinggi,” urai Kiki.
Menanggapi penjelasan Kiki, Rudy Salahuddin menyampaikan bahwa implementasi dalam membangun SDM tidaklah instan. Saat ini pemerintah indonesia menyiapkan pasar SDM dengan bantuan sistem informasi.
“Jadi kita tahu bidang apa yang memerlukan SDM kritikal, atau lapangan kerja apa yang kita butuhkan 10 tahun ke depan. Ada 30 pekerjaan baru yang harus disiapkan pemerintah untuk mengimbangi teknologi,” tuturnya.
Salah satu bidang industri yang saat ini membutuhkan banyak tenaga kerja adalah semikonduktor. Luc Lavaeren mengamini yang disampaikan oleh Dirjen Kiki bahwa kolaborasi adalah kunci sukses dalam kerja sama pemerintah dan industri di bidang pendidikan. Namun demikian, Luc menyebut perlunya kolaborasi lebih dari satu universitas untuk bidang semikonduktor. “Kalau hanya dengan satu perguruan tinggi, tidak akan cukup,” tutur Luc.
Kiki menambahkan, Kemendikbudristek membuka peluang untuk kerja sama untuk pelatihan guru vokasi dengan Imec. Pelatihan tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi guru-guru vokasi di Indonesia.
Selain konferensi, di hari yang sama Dirjen Kiki juga berdiskusi dengan Andreas Goche, yang merupakan perwakilan dari kamar dagang Jerman, IHK Trier, untuk membahas peluang kerja sama antara Indonesia dan Jerman. Dalam pertemuan tersebut hadir pula Plt. Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha Dunia Industri, Uuf Brajawidagda dan Atase Pendidikan Indonesia Berlin, Ardi Marwan. (*)