PHM Optimasikan Operasi untuk Keberlanjutan WK Mahakam
Para ahli perminyakan di PHM telah mengembangkan berbagai inovasi yang aman, sehingga mampu mempercepat pengeboran sumur-sumur baru.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Hampir dua tahun sejak PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) menjadi operator di Wilayah Kerja (WK) Mahakam, berbagai upaya optimasi operasi terus ditempuh demi mengoptimalkan produksi dari WK minyak dan gas bumi yang telah mature ini agar dapat mencapai target yang telah ditetapkan.
Sejumlah langkah dilaksanakan untuk aktivitas di bawah permukaan (subsurface), di atas permukaan (surface), dan operasi pengeboran. Optimasi operasi produksi itu antara lain: melakukan buka tutup sumur atau Shut In Build Up (SIBU) di sumur-sumur tua secara sistematis, memproduksi migas di zona dangkal, perforasi reservoir minyak di lapangan-lapangan gas dll.
Sedangkan untuk fasilitas permukaan dilakukan: optimasi gas untuk fuel dan flare, mengalihkan tekanan di Lapangan Tambora dari medium pressure ke low pressure guna meningkatkan produksi gas, mempersingkat durasi perawatan fasilitas produksi dengan berbagai inovasi agar memangkas pengurangan produksi akibat planned shutdown dan lain-lain.
Dalam hal pengeboran, para ahli perminyakan di PHM telah mengembangkan berbagai inovasi yang aman, sehingga mampu mempercepat pengeboran sumur-sumur baru. Sejumlah rekor pernah dicapai, yakni menyelesaikan pengeboran sumur gas dalam 3,4 hari, dan sumur minyak hanya dalam tempo 4,98 hari di Lapangan Handil. Aplikasi berbagai teknologi juga mempersingkat aktivitas pengeboran lebih dari 1,5 hari. Berbagai upaya dan inovasi tersebut telah berhasil memangkas biaya operasi di WK Mahakam dalam upayanya menahan laju penurunan produksi alamiah (natural decline) di lapangan-lapangan yang sebagian besar sudah mature dan berumur di atas 40 tahun.
WK Mahakam pernah tercatat dalam sejarah sebagai salah satu penghasil minyak bumi dan gas terbesar di Indonesia. Minyak mulai diproduksi di Lapangan Bekapai (1974), dilanjutkan dengan Lapangan Handil (1975). Sedangkan gas mulai diproduksi pada tahun 1985 dari Lapangan Tambora, diikuti Lapangan gas raksasa Tunu (1990) dan Peciko (1999).
Namun, karena migas adalah sumber daya alam tak terbarukan, setelah lebih dari 30 tahun Mahakam berproduksi, mulai 2006 produksi Lapangan gas Tunu dan Peciko menurun tajam (sekitar 15% per tahun), walau telah ditunjang dengan upaya pengeboran sumur sisipan yang terus menerus.
Berkat kegiatan eksplorasi yang dilanjutkan dengan pengembangan Lapangan gas Sisi Nubi (2007) dan South Mahakam (2012), WK Mahakam mencapai puncak produksi gas hingga 2.600 MMScfd pada tahun 2010 (wellhead), namun tetap terus turun setelahnya, dimana pada akhir periode operator sebelumnya, yaitu Desember 2017, produksi gas di WK Mahakam berkisar 1.060 MMscfd (wellhead).
Reservoir Sistem Delta
Tidak banyak yang mengetahui, bahwa WK Mahakam memiliki karakter reservoir yang unik karena lokasinya yang berada di delta Sungai Mahakam, dikenal dengan deltaic system, atau sistem delta. Di WK ini reservoir minyak dan gas berbentuk seperti ribuan kantong-kantong kecil yang tersebar di areal rawa dan laut seluas hampir 3.000 km², dengan kedalaman hingga 5.000 meter. Oleh sebab itu, produksi Mahakam sangat tergantung dari pengeboran sumur-sumur baru, karena reservoir yang berbentuk kantong-kantong terpisah tersebut (tidak terkoneksi satu sama lainnya) hanya bisa diproduksi melalui sumur-sumur baru. Apabila tidak dikembangkan sumur-sumur baru, maka produksi gas dan minyak di WK Mahakam hanya berasal dari reservoir-reservoir yang sudah tersambung dengan sumur yang ada.
Dengan demikian, bila tidak ada produksi dari reservoir baru (melalui sumur-sumur baru), maka produksi akan turun sejalan dengan penurunan alamiah dari cadangan tersebut. Setelah 40 tahun diproduksi, apabila tidak dilakukan pengeboran sumur baru, maka laju penurunan alamiah (natural decline rate) di Mahakam mencapai 50% - 60% per tahun.
Itu sebabnya di bagian awal telah disebutkan bahwa aktivitas pengeboran sumur-sumur baru yang intensif merupakan salah satu tulang punggung untuk mempertahankan produksi, guna menggantikan migas yang telah diproduksi. Sederhananya: volume tambahan produksi migas dari Mahakam, tergantung dari berapa jumlah sumur baru yang dibor dan berapa besar cadangan per sumur yang bisa dihasilkan.
Tingkat Produksi Saat ini
Sepanjang tahun 2019, telah diprogramkan untuk tajak 118 sumur, dimana 50 sumur sudah selesai dibor hingga akhir Juni 2019 (semester 1). Sementara tingkat produksi pada Juli 2019 adalah sebesar 700 MMscfd (wellhead), yang telah bertahan sejak Februari 2019 dan akan terus dipertahankan hingga akhir tahun. Sejauh ini Pertamina telah berhasil menahan laju penurunan produksi Mahakam dengan performa yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan yang pernah dilakukan oleh operator sebelumnya yakni sebesar 686 MMscfd (2% lebih tinggi) di tahun 2019.
SIBU: Metode Sederhana yang Efektif