Jadi Sajian Wajib Khas Idul Fitri, Ketupat Ternyata Memiliki Filosofi, Begini Asal-usulnya!
Ketupat rasanya sudah menjadi hidangan wajib saat Lebaran. Namun tahukah Anda, bagaimana kisahnya ketupat bisa menjadi semacam hidangan wajib Lebaran?
Editor: Fitriana Andriyani
Makanan ini dibagikan pada kerabat dekat sebagai simbol kebersamaan dan saling berbagi.
Seiring berjalannya waktu, ketupat tak hanya menjadi tradisi masyarakat Jawa tapi menyebar ke negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei.
Hal ini beriringan dengan penyebaran agama Islam yang makin luas dan membawa salah satu tradisi budaya khas Indonesia, yakni menyajikan ketupat di hari raya Idul Fitri.
Filosofi ketupat Secara filosofis, ketupat adalah simbol permintaan maaf dan berkah,yang mana dekat dengan makna Lebaran itu sendiri.
Beras dalam ketupat melambangkan nafsu.
Baca: 6 Resep Sambal Goreng Ati hingga Kentang, Teman Makan Ketupat dan Opor Ayam
Salah satu versi sejarah meyakini bahwa janur merupakan singkatan dari jatining nur, ungkapan bahasa Jawa yang berarti hati nurani.
Dengan kata lain, ketupat merupakan perlambangan nafsu dan hati nurani.
Manusia diharapkan mampu menahan nafsu dunia dengan hati nurani mereka.
Sementara itu, dalam bahasa Sunda, ketupat kerap disebut kupat.
Orang Sunda percaya, ketupat mengingatkan manusia untuk tidak mengumpat atau berbicara hal buruk pada orang lain.
Dalam bahasa Jawa, ketupat juga menjadi semacam frasa yang merujuk ke ungkapan ngaku lepat atau mengaku salah.
Ada pesan tersirat yang menganjurkan manusia untuk meminta maaf saat melakukan kesalahan.
Perilaku ini telah menjadi kebiasaan atau tradisi pada Syawal atau Idul Fitri pertama, dan akhir bulan puasa ditandai dengan makan ketupat bersama dengan beberapa lauk.
Ketupat digunakan sebagai simbol pengakuan bagi Tuhan dan manusia.