Ingin Kejar Pahala di 10 Malam Terakhir Ramadan, Kok Susah Bangun Ya? Ini Trik Ala Imam Al-Ghazali
Lantas bagaimana caranya agar tetap mampu bangun di sepertiga malam dan istiqamah dalam melaksanakannya?
Editor: Anita K Wardhani
4. Tidak memperbanyak berbuat dosa di siang hari.
Persiapan rohani, meliputi:
1. Menjaga hati agar terhindar dari perbuatan dengki, penyakit hati lainnya dan berlebih-lebihan di dalam kegelisahan duniawi. Hal ini membuat seseorang memikirkan hal-hal tersebut sampai larut malam, meskipun dia bangkit untuk salat tetap saja kegelisahan dan kedengkian itu yang ia pikirkan.
2. Membiasakan hati untuk takut kapada hari akhir dan memperpendek angan-angan. Jika demikian maka seseorang akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah termasuk salat malam.
3. Menambah keyakinan tentang keutamaan salat malam , ini dilakukan dengan membaca ayat-ayat Alquran terkait, hadis-hadis, maupun kisah-kisah, sehingga seseorang rindu dan cinta serta berharap akan pahala.
4. Yang terakhir dan yang paling menentukan adalah, rasa cinta dan keimanan yang tinggi kepada Allah. Karena malam hari adalah waktu di mana seorang hamba bermunajat kepada Tuhannya.
Itulah beberapa tips dan trik agar seseorang mampu bangun di malam hari, dan istiqamah dalam menjalankannya.
Kisah Rasulullah di 10 Malam Terakhir Ramadan
Keistimewaan sepuluh hari akhir Ramadhan itu ditunjukkan Rasulullah Saw melalui ibadah-ibadahnya. Beliau semakin meningkatkan ibadahnya melebihi bulan-bulan lainnya. Sebagaimana yang dikatakan Aisyah Ra:
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
“Rasulullah Saw meningkatkan kesungguhan (ibadahnya) di sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada (hari) lainnya (HR Muslim, Ibnu Majah, Khuzaimah dan Ahmad)
Pada sepuluh akhir Ramadhan, Rasulullah Saw memperbanyak ibadahnya dan menyedikitkan tidur. Bahkan beliau juga menjauhi istri-istrinya dan beritikaf di masjid. Beliau bersabda “Barangsiapa yang hendak beri’tikaf denganku, hendaklah beri’tikaf di sepuluh terakhir (Ramadhan), sesungguhnya aku telah diperlihatkan malam itu (lailatul qadar) tapi kemudian aku dilupakan (dibuat lupa) (HR Bukhari).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ، أَحْيَا اللَّيْلَ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ، وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ
Dari Aisyah Ra berkata “Rasulullah Saw ketika memasuki sepuluh terakhir Ramadhan beliau menghidupkan malam itu, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya. (HR Muslim)
Mengencangkan ikat pinggang merupakan kinayah yang artinya menjauhi istri-istrinya dan menyibukkan diri dengan ibadah. Beliau juga membangunkan keluarganya, mengingatkan mereka untuk tidak menyia-nyiakan hari-hari akhir Ramadhan tersebut.
Pernah suatu hari Rasulullah Saw beritikaf di masjid, saat itu atap masjid hanya terbuat dari pelepah kurma. Kemudian hujan turun mengguyur sehingga membuat lantai masjid dipenuhi air (ketika itu lantai masjid masih berupa tanah). Rasulullah Saw masih melanjutkan ibadahnya, tak ingin melewatkan keutamaan sepuluh hari terakhir Ramadhan tersebut.
Abu Said al-Khudri berkata “Aku melihat di dahinya terdapat sisa air dan tanah (karena sisa hujan semalam)”