Apa Hukumnya Mengeluarkan Madzi saat Puasa? Ini Penjelasan dan Hadistnya
Simak penjelasan mengenai hukum mengeluarkan madzi saat puasa. Apakah dapat membatalkan puasa?
Penulis: Enggar Kusuma Wardani
Editor: Nanda Lusiana Saputri
Namun jika cairannya putih, bening, lengket, keluarnya ketika dalam kondisi syahwat dan karen adanya rangsangan seksual, tidak muncrat, keluarnya tetes demi tetes, dan tidak menyebabkan lemas maka air tersebut adalah madzi.
Keputusan mengambil kesimpulan dengan melihat jenis air yang keluar apakah mani atau madzi akan berimbas kepada konsekuensi hukum. Sebagaimana pernyataan Sulaiman al-Bujairimi, dalam kitabnya Hasyiyah al-Bujairimi:
فَإِنْ اُحْتُمِلَ كَوْنُ الْخَارِجِ مَنِيًّا أَوْ غَيْرَهُ كَوَدْيٍ أَوْ مَذْيٍ تَخَيَّرَ بَيْنَهُمَا عَلَى الْمُعْتَمَدِ، فَإِنْ جَعَلَهُ مَنِيًّا اغْتَسَلَ أَوْ غَيْرَهُ تَوَضَّأَ وَغَسَلَ مَا أَصَابَهُ؛ لِأَنَّهُ إذَا أَتَى بِمُقْتَضَى أَحَدِهِمَا بَرِئَ مِنْهُ يَقِينًا، وَالْأَصْلُ بَرَاءَتُهُ مِنْ الْآخَرِ وَلَا مُعَارِضَ لَهُ، بِخِلَافِ
“Jika diragukan bahwa yang keluar mirip mani atau selain mani seperti wadi atau madzi, maka orang yang mengeluarkan hal tersebut dipersilakan untuk mengambil kebijakan jenis cairan apa yang keluar. Demikian menurut pendapat mu’tamad. Konskuensinya, apabila ia memutuskan bahwa yang keluar adalah sperma, ia harus mandi, tapi kalau memutuskan selain sperma, ia hanya wajib wudlu dan membasuh yang terkena najis saja. Pada dasarnya, apabila seseorang sudah memutuskan salah satunya, ia menjadi bebas yang satunya lagi”.
Meskipun bercumbu kepada istri jika yang keluar adalah carian madzi bukan mani yang tidak membatalkan puasa sebagaimana dalam hadis nabi:
عن عاشة رضى الله عنها قالت :كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبل وهو صائم ويباشر وهو صائم ، ولكنه كان أملككم لأربه .
"Dari Aisyah ra bahwasanya ia berkata: "Bahwasanya Rosulullah saw mencium (istrinya) sedang beliau dalam keadaan puasa, begitu juga beliau menyentuh istrinya sedang beliau dalam keadaan puasa, tetapi beliau paling kuat menahan syahwatnya diantara kalian." (HR Bukhari Muslim).
Baca juga: Apakah Keluar Air Mani Secara Sengaja Bisa Membatalkan Puasa? Ini Penjelasan Hukumnya
Perlu melihat hadis lain pula, Nabi menjawab dua orang yang bertanya terkait mencium istri di bulan Ramadan, untuk satu orang yang bertanya dijawab nabi untuk tidak melakukannya namun untuk orang lainnya yang bertanya perihal yang sama, nabi membolehkannya. Tidak dan bolehnya nabi terkait hal tersebut berkisar kuat dan tidaknya seseorang menahan syahwatnya. Sebagaimana dalam hadis:
وعن عبد الله بن عمرو بن العاص قال:كنا عند النبي صلى الله عليه وسلم، فجاء شاب فقال: يا رسول الله أقبل وأنا صائم؟ فقال: "لا" فجاء شيخ فقال: أقبل وأنا صائم؟ قال: "نعم".
Dari Abdullah bin Amru bin Ash, bahwasanya ia berkata,"Suatu ketika kami bersama Rosulullah saw, tiba-tiba datang seorang pemuda bertanya, "Wahai Rasulullah bolehkah saya mencium istri saya dalam keadaan puasa?’ Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’ Kemudian datang seorang yang tua bertanya, ’Wahai Rasulullah bolehkah saya mencium istri saya dalam keadaan puasa?’ Beliau menjawab, ‘Boleh’.” (HR Ahmad).
Karena itulah, meskipun beberapa ulama menyatakan tidak batal puasa karena keluarnya madzi, namun dengan melihat dan membayangkan sesuatu yang berbau pornografi sehingga keluar madzi, dapat menghilangkan pahala puasa. Karena agar mendapatkan pahala puasa bukan hanya menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa, namun juga hal-hal yang dapat membatalkan pahala puasa. Memikirkan hal-hal yang menimbulkan syahwat juga bagian dari zina mata dan pikiran yang dikategorikan sebagai zina majazi.
Perlu kiranya memperhatikan pernyataan Abdullah bin Mani al-Ruqi dalam Syarah Kitab al-Shaum min shahi al-Bukhari:
وإذا كانت الوسيلة تؤدي إلى المفاسد فلا تجوز هذه الوسيلة والغاية ممنوعة؛ لأن الوسائل لها أحكام المقاصد فالذي يخاف الجماع عند المباشرة والتقبيل؛ فإنه لا يجوز له ذلك؛ لأن الوسائل لها أحكام المقاصد، والذي يستطيع أن يتمتع بالمباشرة والتقبيل من غير أن يجامع فهذا جائز له
“Jika sarananya mengarah pada keburukan, maka sarana tersebut tidak boleh dan tujuannya haram. Karena sarananya sama hukumnya dengan tujuannya, maka barangsiapa takut melakukan hubungan intim saat bersenggama dan berciuman; Tidak diperbolehkan baginya melakukan hal itu; Karena hukumnya sama dengan tujuannya, dan siapa yang dapat menikmati persetubuhan dan ciuman tanpa melakukan persetubuhan, maka hal itu diperbolehkan baginya.”
(Tribunnews.com/Enggar Kusuma)