Pasien Jambi Telantar di Palembang
Lebih enam hari Dennis Anggara (5) bersama kedua orangtuanya, beserta adiknya yang baru berumur tujuh bulan, menunggu kepastian
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Lebih enam hari Dennis Anggara (5) bersama kedua orangtuanya, beserta adiknya yang baru berumur tujuh bulan, menunggu kepastian kapan akan dioperasi. Mereka terpaksa tidur beralaskan tikar, alias telantar di ruang tunggu UGD RSUD AR Husein, Palembang, Sumatera Selatan.
Danis Anggara, putra pertama pasangan Dedi Irama (27) dan Salamiah Puspita (25) adalah pasien Jamkesmas asal Jambi yang tubuhnya terbakar mengenaskan asal Tanah Garo, Kecamatan Tabir Ilir, Kabupaten Tebo.
Dedi Irama,saat dikonfirmasi Tribun via ponsel mengatakan, kebakaran yang terjadi Rabu, 18 Juli 2012, menghabiskan seluruh pondok beserta isinya. Akibat kejadian itu, kedua anaknya dan dirinya menjadi korban keganasan si jago merah.
"Hanya baju di badan yang tersisa. Anak kedua saya Deri Oksa Diva juga terbakar, dua hari setelah kejadian meninggal dunia," kenang Dedi.
Dibantu Manan, orangtua Dedi dan warga lain, Dedi membawa anak dan istrinya menggunakan rakit batang pisang menyusuri anak Sungai Batanghari menuju rumah Manan, warga terdekat, dengan jarak tempuh sekitar empat jam pada malam hari.
Melihat kondisi Dedi dan anaknya yang semakin parah, beberapa jam kemudian Manan membawanya ke Puskesmas Sungai Bengkal. Akan tetapi perawat setempat tidak mampu menangani sehinga dirujuk ke RS Bungo selama 13 hari.
Karena tidak kunjung pulih dan tidak memiliki biaya, akhirnya dirinya pulang ke rumah Manan. Berselang tujuh bulan, atas inisiatif Junaidi, abang sepupu Dedi, mereka berobat ke Jambi. Setelah Jamkesmas diurus melalui RT tempat Junaidi, pada (30/3/2013) dibawa ke RSUD Raden Mataher. Pada (6/4) dinyatakan akan dioperasi dengan nomor urut 4, kabar ini membuat dirinya lega.
"Tapi setelah ditunggu operasi tidak kunjung tiba, malah kemudian dirujuk ke RSUD AR Husein, Palembang, dengan alasan alatnya tidak ada," kata Dedi.
Ia menjelaskan kenapa Danis harus dioperasi, karena ada daging bagian dagu menyatu dengan pundak akibat terbakar.
"Dengan membawa surat rujukan dari RSUD Raden Mattaher dan berbekal uang Rp 2 juta rupiah, sumbangan dari Dinsosnakertrans Provinsi Jambi dan sumbangan donatur, saya bersama kedua anak dan istri saya pergi ke Palembang," katanya.
Setelah kedatangannya Jumat (26/4) lalu sampai kemarin, dirinya hanya menunggu kepastian dari pihak RS AR Husein kapan akan dioperasi.
"Kemarin (3/5) mau baru tahu hasil cek darahnya, kemudian akan dioperasi dan diberikan kamar. Uang saya telah menipis, dan tidur pun hanya di tempat seadanya saja. Itu pun di ruang tunggu UGD. Mau sewa tidak punya uang lagi, uang hanya untuk makan saja. Di sini semuanya bayar, tidak ada yang gratis termasuk buang air kita harus bayar," keluhnya. Dirinya berharap, agar kepastian anaknya kapan akan dioperasi cepat didapat.
Petaka yang menimpa keluarga Dedi, berawal ketika istrinya mengisi minyak lampu teplok. Rencananya akan dihidupkan karena hari sudah mulai malam. Pada saat menghidupkan korek api, tiba-tiba api langsung menyambar dan meledak, menghabisi seluruh isi pondokannya yang terbuat dari daun nipah dalam hitungan menit. Tidak bisa lagi menyelamatkan barang berharga miliknya, bahkan dia dan kedua anaknya tersambar api.
Kondisi semakin membuatnya panik, karena dirinya juga terbakar, sementara istrinya yang sedang hamil tua berhasil lolos. Beruntunglah ada Manan, orangtua Dedi yang tidak jauh dari pondokannya. Tetangga di sekitarnya berjauhan, karena lokasinya berada di tengah perkebunan karet milik orang lain yang digarapnya bersama Manan. (Qomaruddin)