Siswa Harus Sewa Buku Paket
Sebuah SMP negeri di Dayeuhkolot diduga menyewakan buku-buku paket yang ada di perpustakaan sekolah mereka kepada para siswa
Editor: Budi Prasetyo
-
Fortusis: Banyak Sekolah yang Lakukan Kecurangan
TRIBUNNEWS.COM DAYEUHKOLOT, - Sebuah SMP negeri di Dayeuhkolot diduga menyewakan buku-buku paket yang ada di perpustakaan sekolah mereka kepada para siswa. Padahal buku paket tersebut sudah dibiayai dari dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Salah seorang siswa baru yang tidak mau disebutkan namanya si SMP tersebut menjelaskan, ia bersama temannya dimintai biaya sewa buku paket sebesar Rp 1.000 untuk satu buku. Uang tersebut diminta saat mereka akan mengambil buku paket di perpustakaan. Ia pun harus mengeluarkan uang sebesar Rp 6.000 untuk enam buku yang dipinjam.
"Waktu mau ngambil buku di perpustakaan malah ditagih uang. Katanya kan gratis, tapi kok dimintain uang sewa. Saya juga nggak tahu kenapa jadi begitu," ujarnya, Minggu (21/7).
Para siswa pun harus secepatnya menyewa buku tersebut. Pasalnya, jumlah buku sangat terbatas. Jika tidak kebagian, para siswa harus menggandakan buku yang diperlukan dengan biaya sendiri.
"Di sekolah ada 400-an siswa. Sedangkan bukunya cuma ada 200. Jadi harus cepat-cepat. Kalau enggak disuruh fotokopi sendiri," katanya.
Ia dan siswa lain tidak mempermasalahkan biaya sewa. Namun, sepengatahuannya buku paket yang berada di sekolah tersebut telah dibiayai dana BOS. Sehingga dibagikan secara gratis.
Sejak 2006, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengeluarkan kebijakan pemberian BOS untuk buku paket pelajaran SD dan SMP sederajat negeri dan swasta. Program ini digulirkan ke semua provinsi di Indonesia. Sekolah yang menerima BOS buku memiliki kewajiban untuk membeli buku teks pelajaran yang diprioritaskan. Buku-buku itu diharapkan digunakan minimal dalam lima tahun.
Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Kabupaten Bandung, Nurdin Sobari menyesalkan tindakan yang dilakukan pihak sekolah. Jika melihat nominal memang tidak besar. Namun, hal seperti ini tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan peraturan.
"Tetap saja itu namanya pungutan liar. Mau besar atau kecil. Itu kan tidak ada dalam peraturannya. Pihak sekolah seharusnya lebih tahu. Jangan memanfaatkan keadaan," ujar Nurdin.
Pihak sekolah, kata Nurdin, tidak dibenarkan melakukan pungutan dalam bentuk apa pun, termasuk untuk perawatan dan yang lainnya. Peraturannya hanya satu yakni siswa pemegang buku tersebut harus mengembalikannya pada saat akhir tahun pelajaran.
"Terus kenapa hanya ada 200 buku? Padahal siswanya ada 400. Padahal, sesuai peraturan Pemerintah Pusat, melalui Kemendiknas telah mendistribusikan anggaran untuk buku paket itu sesuai jumlah siswa atau dengan kata lain one man one book," katanya.
Berdasarkan penelusurannya, baik di SD maupun SMP, banyak yang melakukan kecurangan dengan tidak membeli buku paket yang telah didanai oleh BOS buku. Sehingga, kebijakan one man one book dari Kemendiknas itu, tetap tidak terpenuhi.
"Masa pakai buku itu dalam aturannya selama lima tahun. Jadi tidak ada alasan bukunya kurang karena sudah ada BOS buku. Kalau para siswa harus menggandakan buku sendiri sama saja membebani orangtua siswa," katanya.
Ia meminta pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Bandung, agar segera melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Semua sekolah penerima dana BOS di Kabupaten Bandung harus dilakukan pemeriksaan.
"Tidak menutup kemungkinan kan terjadi kecurangan yang dilakukan sama sekolah. Dengan tidak membelanjakan dana BOS buku sesuai jumlah siswanya. Jadi harus ada pengecekan oleh dinas terkait," ujar Nurdin.
Pihak Disdikbud Kabupaten Bandung belum memberikan keterangan. Saat Tribun mencoba menghubungi melalui telepon dan pesan singkat tidak ada balasan dari Kepala Disdikbud Kabupaten Bandung, Juhana. (aa)