Kisah Jokowi dan Rumah Dinas Loji Gandrung: Tempat Londo Berdansa
Banyak kisah soal rumah dinas yang akrab disebut sebagai Loji Gandrung. Rumah bergaya Belanda ini dulu pernah ditinggali Jokowi
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Sebuah bangunan klasik bergaya Eropa di tepi Jalan Slamet Riyadi, Solo, tampak berbeda dari bangunan di sekitarnya. Bangunan yang dikelilingi pepohonan rindang tersebut terasa sejuk kendati matahari tengah terik pada Minggu siang kala itu. Masyarakat Solo mengenal bangunan tersebut bernama Loji Gandrung, yang merupakan cagar budaya sekaligus rumah dinas sang Wali Kota.
Siang itu, sejumlah pria berbatik dan bersafari tampak sibuk membersihkan mobil di halaman sisi kanan Loji Gandrung. Mengetahui kedatangan tamu sejumlah wartawan dari Jakarta, seorang pria berkaos, bercelana pendek, bersandal jepit, sembari menjepit sebatang rokok di jarinya, keluar dari ruang tamu Loji Grandung. Pria berkumis tebal itu pun tampak ramah menyambut dan mempersilakan para wartawan untuk masuk ke ruang tamu.
Rupanya, pria yang berpenampilan santai dan bersahaja tersebut adalah sang penghuni rumah sekaligus Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo. Kepala daerah yang akrab disapa Rudy tersebut merupakan orang yang menyodorkan Wali Kota Solo sebelumnya, Joko Widodo, ke hadapan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, hingga akhirnya dia diminta ikut dalam pencalonan dan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sementara, kursi Wali Kota Solo yang ditinggalkan oleh Jokowi jatuh kepada Rudy.
Di ruang tamu Loji Gandrung, Rudy pun bersalaman dan saling berkenalan dengan para wartawan. Perkenalan berlanjut obrolan santai hingga Rudy menceritakan tentang kebersamaannya dengan Jokowi,-sapaan Joko Widodo, memimpin Solo selama dua periode.
Di sela obrolan santai siang itu, mata sejumlah wartawan tertuju pada beberapa ruang dan sudut bangunan hingga muncul sejumlah pertanyaan kepada Rudy perihal sejarah Loji Gandrung.
Rudy menceritakan, awalnya Loji Gandrung merupakan rumah mewah milik seorang pengusaha pertanian asal Belanda, Yohanes Agustinus Dezentye, yang dibangun sekitar 1823 pada jaman Paku Buwono IV.
Pada saat perayaan khusus dan akhir pekan, Yohanes kerap mengadakan pesta-pesta ala Eropa di rumahnya ini. Selain orang Belanda, sejumlah kerabat Keraton diundang dalam pesta itu.
Diiringi alunan musik, para tamu dengan berpasangan biasa berdansa di ruang tengah, hingga akhirnya masyarakat setempat menyebut rumah mewah tersebut sebagai Loji Gandrung.
"Dulu, (Loji Gandrung) ini dipakai untuk Londo-londo pada berdansa. Kalau ada jamuan makam malam di ruangan ini, kalau dansa di ruang yang belakang. Nah, saya tidur di kamar yang ini," kata Rudy.
Selama bertahun-tahun Loji Gandrung diwariskan secara turun-temurun kepada keturunan Yohanes hingga akhirnya Belanda meninggalkan Indonesia dan bangunan ini dikuasai oleh Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, Loji Gandrung pernah digunakan sebagai Markas Militer Brigade V Slamet Riyadi, dengan Gubernur Militer dipegang oleh Gatot Subroto. Maka tak heran, sebuah patung Gatot Subroto bisa dilihat di halaman depan Loji Gandrung.
Tak lama setelah itu, Loji Gandrung beralih fungsi menjadi rumah dinas Wali Kota. Rudy menjelaskan, bentuk bangunan Loji Gandrung berkiblat gaya Eropa dengan diselaraskan kondisi tropis di Indonesia. Tak heran, bila pintu-pintunya dibuat tinggi agar sirkulasi udara lebih lancar.
Sampai saat ini bentuk bangunan utama Loji Gandrung tidak berubah sama sekali, hanya bagian belakangnya saja yang ditambahi joglo dan pernah dilakukan perbaikan pada atap.
Karena bagian dari cagar budaya yang mendapat perawatan, hingga kini konstruksi dan bahan bangunan masih terlihat kokoh dan terawat. "Ini semuanya asli, belum ada yang dirubah konstruksi maupun bahan bangunannya. Atap ini dari tembaga. AC ini, AC lama, sudah ada dari zaman Belanda," terangnya.