SP3 Kasus Bupati Morotai, PT MMC Minta DPR Panggil Kapolri
Kami melihat kasus ini dipolitisir, maka kami minta bantuan Komisi III DPR RI
Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak perusahaan PT Morotai Marine Culture (MMC) meminta Komisi III DPR IR untuk memanggil pimpinan Polri meminta penjelasan terkait kabar keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Bupati Morotai Rusli Sibua dan Wakil Bupati Wenny Paraisu dalam kasus perusakan perusahaan
"Kami melihat kasus ini dipolitisir, maka kami minta bantuan Komisi III DPR RI," ujar kuasa hukum PT MMC, Kasman Sangaji di Jakarta, Kamis (12/9/2013).
Lebih lanjut, Kasman menyebut pihaknya berharap Komisi III memanggil Kapolri, Jenderal Polisi Timur Pradopo dan juga Kapolda Maluku Utara, Brigadir Jenderal Polisi Mahfud Arifin untuk memberikan penjelasan kasus tersebut.
Ia juga menyebut, pihak Direksi PT MMC telah melayangkan surat klarifikasi kepada Kapolri dan ditembuskan ke Inspektorat Pengawasan Umum (itwasum), Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Kasman menjelaskan inti isi surat tersebut adalah pihaknya meminta penjelasan terkait kabar Polda Maluku Utara yang menghentikan perkara Kepala Daerah Kepulauan Morotai yang telah berstatus tersangka.
"Kita sudah datangi penyidik Polda Maluku Utara, namun jawabannya tidak memuaskan," ujar Kasman.
Terkait hal tersebut, pihak PT MMC berencana mempraperadilankan Polda Maluku Utara atau Mabes Polri, jika penyidik benar menghentikan kasus Bupati dan Wakil Bupati Morotai.
Seperti diketahui, penyidik Polda Maluku Utara telah menetapkan tersangka terhadap Bupati dan Wakil Bupati Morotai sekitar Februari-Maret 2013 terkait kasus peerusakan properti PT MMC, namun setelah penetapan tersebut tidak ada kabar terkait perkembangan kasus tersebut.
Yang terjadi kemudian justru Polda Maluku Utara melakukan penghentian penyidikan terkait kasus tersebut. Menurut pihak perusahaan, akibat perusakan tersebut sebanyak 473 orang karyawan warga lokal berhenti bekerja sejak bulan Maret 2012.