Mobil Disita Polisi, Perusahaan Leasing Kembang Kempis
PERUSAHAAN pembiayaan (leasing) kendaraan harus mengurut dada, menyusul banyaknya mobil yang mereka kreditkan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MUBA -- PERUSAHAAN pembiayaan (leasing) kendaraan harus mengurut dada, menyusul banyaknya mobil yang mereka kreditkan dipakai konsumen untuk aksi kejahatan illegal tapping. Parahnya mobil tersebut ditahan pihak kepolisian. Markas Kepolisian kini menjelma bak showroom mobil.
Kondisi tersebut membuat mereka pusing. Bahkan beberapa leasing harus bolak-balik ke kantor polisi untuk pengurusan mobil yang statusnya jadi barang bukti (BB). Sumber Sripo, salah satu branch manager leasing ternama di Palembang mengaku mengalami kondisi tersebut.
Tak hanya dirinya, puluhan leasing lainnya juga bernasib sama. Mobil yang mereka kreditkan ke konsumen, kini banyak disita polisi. Mobil itu digunakan pemiliknya untuk aksi kejahatan illegal tapping. Pemiliknya melakukan pencurian minyak,
lalu menjadikan mobil sebagai alat angkut operasional.
Bahkan beberapa mobil sudah ada yang didesain sedemikian rupa untuk proses pengangkutan minyak. Para oknum, kata dia, mengajukan kredit seperti konsumen lainnya. Rata-rata mobil yang dipakai adalah jenis passenger car atau kendaraan penumpang dengan kapasitas delapan hingga sembilan orang. "Memang rata-rata mobilnya besar, seperti jenis Avanza, Xenia,
Kijang Inova, pokoknya jenis-jenis mobil passenger," katanya.
Modus yang dipakai oknum itu hampir sama dengan konsumen lainnya. Mereka mengajukan kredit, rata-rata untuk mobil second atau bekas. Lalu setelah pengajuan disetujui, mobil diserahkan, lalu dipakai untuk mobil operasional di beberapa wilayah, khususnya di sepanjang kawasan kabupaten Musibanyu Asin (Muba), Sumsel. Mereka membocori pipa, lalu mengangkut menggunakan mobil.
Ada yang langsung menggunakan drum berkapasitas lebih dari 50 liter. Satu mobil, bahkan ada yang bisa memuat lebih dari enam hingga tujuh drum. Kursi-kursi mobil dilepas agar posisinya besar, lalu disusun drum-drum minyak mentah. Lalu dijual. Aksi ini, kata dia, ternyata diketahui polisi.
"Sudah sejak tiga bulan lalu, hampir enam unit mobil kami ditahan polisi di kawasan Bayunglencir. Pusing juga," katanya.
Awalnya, katanya, pihaknya sendiri tidak mengetahui. Kecurigaan bermula karena konsumen tidak membayar angsuran. Begitu petugas menagih langsung ke rumah, baru ketahuan mobil ditahan di Polsek. Pihaknya pun langsung mendatangi Polsek dan ternyata benar, banyak mobil yang ditahan. Parahnya, lamanya kredit rata-rata masih baru, enam hingga delapan bulan. "Ini bikin kami repot," katanya.
Pihaknya pun bingung karena kondisi mobil tersebut kini harus jadi barang bukti di kepolisian. "Konsumen kita banyak yang kena tahan polisi, mereka pasrah dan mengaku tidak lagi sanggup membayar. Terus terang kami bingung,"
katanya.
Kondisi ini diakuinya membuat pihaknya merugi. Selain kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) yang membengkak, tentu saja untuk proses penjualan mobil kedepannya juga pasti bermasalah karena mobil sudah masuk menjadi barang bukti.
"Kami juga tidak bisa memjual mobil secara langsung, karena mobil sudah masuk barang bukti. Ketika maju di persidangan otomatis mobil harus dihadirkan juga. Yach kalau prosesnya sebentar. Kalau proses persidangan lama, sudah tentu mobil-mobil ini tidak bisa kami apa-apakan," katanya.
Pihaknya pun mengaku sangat merugi. Kerugian tak hanya karena mobil tidak bisa diapa-apakan, ancaman NPL, tentu akan mengganggu cash flow perusahaan. Untuk diketahui leasing sendiri kebanyakan mengambil dana pinjaman bank, lalu kemudian diputarkan kembali ke tangan konsumen. Jika konsumen terhambat, otomatis bunga pinjaman bank atas nama leasing juga akan semakin membengkak. "Mungkin ini jadi bagian risiko bisnis kami. Tapi boleh dikatakan
ini membuat usaha kami makin sulit," katanya.
Sementara Branch Manager ACC Finance Palembang, Andry Ivananto mengatakan secara tidak langsung memang ada kerugian. Namun besarannya tergantung kasus yang terjadi. Selama ini, kebanyakan karena penggelapan. Mobilnya dilarikan orang, lalu akan melaporkan ke polisi. Namun untuk illegal tapping, hingga mobil menjadi barang bukti, harus menunggu dulu hingga kasusnya P21 atau selesai baru bisa mobil tersebut diperjualbelikan.
"Jadi tergantung, kalau prosesnya lama artinya biaya kredit bulanan harus tetap ditanggung yang meminjam. Karena sebelum mobil tersebut diserahkan konsumen sudah ada klausul perjanjian jual beli. Artinya beban angsuran tetap harus dibayar konsumen," katanya.
Jika yang bersangkutan tetap tidak bisa membayar, pihaknya bisa saja melaporkan kembali ke polisian. "Artinya ada klausul perjanjian yang sudah disepakati kedua belah pihak. Yang jelas mobil selama menjadi barang bukti hingga kasusnya P21 tidak bisa dipindahtangankan sama sekali," katanya.
Kalaupun mobil tersebut bisa keluar dari kepolisian harus ada berita acaranya seperti sistem pinjam pakai. Konsekuensi ini yang harus dilakukan pihak leasing. (why)