Kisah Sekprov Sulsel dan Kepala BKAD di Pengadilan Tipikor
DUA pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel tak berkutik di ruang pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- DUA pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel tak berkutik di ruang pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Makassar, Selasa 15 Mei 2012.
Keduanya adalah Sekretaris Provinsi (Sekprov) Andi Muallim dan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Yushar Huduri. Keduanya didudukkan di kursi pesakitan sebagai saksi untuk terdakwa Anwar Beddu dalam kasus dugaan korupsi bansos.
Sebelum diberi kesempatan menjawab pertanyaan jaksa dan hakim, keduanya langsung diancam. "Bapak bisa kami pidanakan selama 12 tahun penjara karena sudah melanggar di bawah sumpah Al Quran. Anda plin plan bahkan tidak konsisten alias berbelit-belit dalam memberikan kesaksian. Aturannya ada loh, Pak," kata hakim, Muhammad Damis.
Hakim "marah" karena keduanya dianggap memberi keterangan berbelit-belit. "Anda mengatakan kwitansi tersebut tidak tertera nama penerimannya, sebelum diberikan bantuan dana. Namun belakangan ternyata nama penerimanya dicantumkan dalam kwitansi yang kemudian anda menyetujui membayar," kata majelis hakim.
Saat diberi kesempatan memberi keterangan, Muallim berkata, "Memang betul, sebelum dilakukan pembayaran seluruh berkas dan dokumen penerima bansos terlebih dulu dilakukan verifikasi dan verifikasi tersebut merupakan tanggung jawab penuh kepala biro keuangan dalam hal ini Yushar."
Menurutnya, verifikasi berkas bukan tanggungjawabnya. Persetujuan yang dikeluarkannya untuk pembayaran dana bansos berdasarkan pertimbangan verifikasi berkas yang dilakukan Yushar.
Muallim menilai Yushar tidak melakukan verifikasi maksimal. Keterangan Muallim dibalas Yushar, "Saya kan hanya melakukan verifikasi anggaran. Jika memang dana bansos itu masih memiliki dana," tegas Yushar. Dia berusaha meyakinkan majelis hakim bahwa memang Muallimlah yang bertanggung jawab penuh, apalagi dia selaku pengguna anggaran.
Muallim juga dicecar oleh majelis hakim menyangkut persyaratan dan kriteria lembaga yang berhak menerima bantuan. Muallim menjelaskan, salah satu kriterianya adalah memiliki kegiatan dan tetap mengajukan proposal.
Namun hakim berpendapat lain, ternyata kriteria yang dimaksudkan Muallim bukanlah yang dimaksud hakim. Kriteria yang dimaksud hakim adalah apakah memang 202 lembaga tersebut terdaftar di Kesatuan Bansa Politik (Kesbang Pol) Sulsel atau tidak.
"Semua LSM ini kah tidak jelas bahkan kami yakini fiktif, dimana lembaganya ada namun sekretariatnya tidak ada. Ini kan aneh namanya melakukan pembayaran namun orangnya tidak diketahui," kata majelis hakim.
Saat dicecar oleh majelis hakim terkait Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Muallim menyebutkan kalau ada ketidaksesuaian dan ditemukan tidak layak dilakukan pembayaran, maka Anwar Beddu berhak untuk menolaknya.
"Meskipun saya yang harus bertanggungjawab penuh atas pengelolaan keuangan daerah khususnya dalam anggaran bansos, namun Anwar Beddu juga wajib melakukan penolakan dalam proses pembayaran," jelas Muallim.
Lagi-lagi dia menunjuk Yushar yang bertanggung jawab penuh. "SPM (surat perintah membayar) itu ditandatangani langsung oleh pengguna anggaran dalam hal ini Pak Sekda. Sementara tugas saya hanya mengajukan nota pertimbangan apakah LSM yang dimaksud berhak menerima atau tidak," jawab Yushar.(as kambie)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.