Anggota Jaringan Narkoba Tertangkap Karena tak Baca Koran
Komisaris Besar Jhon Latumeten tampak geram saat konferensi pers di Aula Lantai 5 Gedung Kantor Keuangan Manado. Ada apa?
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribun Manado, Kevrent Sumurung
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Kepala Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNP) Sulawesi Utara Komisaris Besar Jhon Latumeten tampak geram saat konferensi pers di Aula Lantai 5 Gedung Kantor Keuangan Manado, Senin (4/11/2013). Latumeten mengaku kesal karena satu di antara media cetak lokal di Manado memublikasikan penangkapan narkoba.
"Padahal ketika itu masih dalam pengembangan. Seharusnya jangan di pulikasikan terlebih dahulu," katanya kepada sejumlah wartawan.
Dirinya pun berharap agar ke depan para pemangku kepentingan masing-masing media, bea cukai, dan petugas bandara bisa bekerja sama untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba.
"Caranya jangan menganggu penyelidikan. Untungnya jaringan narkoba kali ini tidak membaca media makanya bisa menangkap pelaku di Jakarta," tuturnya.
Konfrensi pers tersebut digelar terkait penangkapan terhadap Fadly Setiawan dan Heri Susanto, dua tersangka pengedar narkoba Keduanya ditangkap secara terpisah. Fadly ditangkap di Bandara Sam Ratulangi sedangkan Heri ditangkap ketika berada di Stasiun Kereta Gambir, Jakarta.
Fadly ditangkap pada 29 Oktober lalu sekitar pukul 14.15 Wita oleh petugas Bea Cukai Manado. Dia baru saja transit ke Manado dari Singapura dengan menggunakan pesawat Silk Air ML 274. Penangkapan berawal ketika petugas melihat gelagat yang mencurigakan dari Fadly. Ketika itu Fadly langsung dimintai ketarangan.
Fadly saat itu mengaku baru saja pulang dari Nepal untuk mendaki gunung. Tapi petugas tak memercayainya karena Fadly tampak bukan seperti pendaki gunung; ia menggunakan tas biasa. Tas itulah yang diperiksa.
Ternyata di dalam tas tersebut terdapat dua bungkus kristal bening kecoklatan dan diketahui adalah narkoba jenis sabu dengan berat kotor 251 gram. Petugas Bea Cukai pun kemudian menghubungi BNP Sulut. Setelah diinterogasi, Fadly akhirnya mengaku. Ia mengaku hanya disuruh mengantarkan barang ke Jakarta tepatnya di Stasiun Kereta Gambir.
Petugas pun kemudian membentuk tim masing-masing enam dari BP dan satu dari Bea Cukai Manado. Dengan membawa Fadly mereka berangkat pada 30 September ke Surabaya dan kemudian melanjutkan perjalan ke Jakarta menggunakan kereta api pada pukul 18.15 WIB. Keesokan harinya, 31 Oktober, mereka tiba di Jakarta.
Di situ mereka kaget ketika mendegar bahwa operasi penangkapan bocor karena dipublikasi oleh satu di antara media yang ada di Manado.
"Pukul 02.00, kami alami kendala psikologis karena sebagian media cetak Manado telah beritakan penangkapan Fadly. Tapi syukur ini tidak terekam oleh jaringan yang mengendalikan Fadly," tutur petugas yang memimpin operasi penangkapan di Jakarta.
Di hari yang sama, pada pukul 08.00, petugas kemudian menuju Stasiun Kereta Gambir. Mereka kemudian menangkap Heri Susanto di restoran Dunkin Donuts. Sempat terjadi keributan saat Heri ditangkap. Tim dari Manado sempat dituduh pengedar sabu oleh pihak BNN.
"Kami langsung memberitahu identitas kami. Awalnya kami kira dia bandar tapi ternyata petugas dari BNN juga," ungkapnya sambil tersenyum mengingat kejadian penangkapan tersebut.
Jhon Lumeten mengatakan, Fadly sudah beberapa kali masuk ke Manado. Dia menjadikan Manado tempat transit dari Singapura. Awalnya Fadly dikirim oleh bandar besar untuk pergi ke Khatmandu, Nepal. Di negara itu, Fadly diutus untuk membangun jaringan narkoba.
"Dari hasil pemeriksaan, Fadly dipersiapkan tapi ada yang mengendalikan. Kami sudah mengantongi pengendalinya dan kurang menciduk saja. Kami mohon pengertian rekan-rekan media," ucapnya.