Mukhtar, Korban Tsunami yang Bangkit dengan Keterbatasan Fisik
Dia menghidupkan mobil, lalu menyetir dengan sebelah kakinya untuk mengantarkan pesanan barang material bangunan.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM BANDA ACEH, — Di gudang truk pengangkut barang terlihat seorang pria berkaki satu sedang sibuk mengikat bahan bangunan yang telah dimuat oleh kernet ke dalam mobil pikap L-300. Setelah tongkat disimpan ke atas barang-barang, kemudian pria itu berjalan dengan melompat-lompat menuju pintu depan mobil. Dia menghidupkan mobil, lalu menyetir dengan sebelah kakinya untuk mengantarkan pesanan barang material bangunan.
Lelaki itu bernama Mukhtar (40), warga Desa Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Kaki kanannya harus diamputasi karena akibat dihantam gelombang tsunami yang terjadi sembilan tahun lalu.
Gempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 lalu telah mengubah kehidupan Mukhtar. Dia telah kehilangan satu kaki, sebelah kanan. Selain itu, Mukhtar juga harus merelakan kepergian istri dan dua orang buah hatinya karena meninggal dunia akibat tsunami.
"Setelah gempa, saya bersama istri dan dua orang anak saya numpang mobil tetangga untuk lari menyelamatkan diri. Namun, baru jarak 30 meter keluar dari rumah, tiba-tiba kami langsung dihantam gelombang tsunami. Saat digulung ombak, kaki saya membentur beton bangunan rumah sehingga patah. Saya baru sadar setelah air sudah tenang, sedangkan anak dan istri saya tidak selamat," kenangnya.
Meski kakinya tinggal sebelah, Mukhtar tak putus asa. Dia memiliki semangat untuk kembali bangkit dari keterpurukan. Keterbatasan kondisi fisiknya pasca-tsunami tidak menjadi kendala baginya untuk terus berusaha menapaki kehidupan barunya.
"Tahun 2007, saya mendapat bantuan becak dari salah satu NGO (LSM). Dengan becak itu, saya kembali mencari rezeki dengan jasa angkutan barang belanjaan orang-orang di pasar karena itu yang bisa saya kerjakan," katanya.
Sebelum musibah gempa dan tsunami Aceh terjadi, Mukhtar mengaku bekerja sebagai sopir angkutan barang di salah satu toko usaha material bangunan di kawasan Lhoknga, Aceh Besar.
Karena tak putus asa dalam berusaha untuk terus bangkit, tiga tahun kemudian Mukhtar kembali diterima bekerja di toko bangunan tempat ia bekerja dulu. Di tempat itu, ia kembali bekerja menjadi sopir pengantar material bangunan.
"Alhamdulillah saya diterima kembali kerja di tempat dulu. Saya kerjakan apa saja yang saya mampu kerjakan. Kadang-kadang saya jadi sopir antar barang pesanan orang. Kalau tidak ada pesanan, kadang-kadang saya ke pasar untuk belanja kebutuhan toko," ujarnya.
Dalam bekerja, Mukhtar dibantu oleh seorang kernet. "Kalau menurunkan semen satu sak masih sanggup, tapi waktu angkat dari gudang ke mobil agak sulit. Makanya pakai kernet," katanya.
Empat tahun pasca-gempa dan tsunami Aceh, Mukhtar menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Siti Rahmah (27). Dan kini, mereka sudah dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Pada hari libur dari bekerja, Muhktar mengisi waktunya dengan membantu istri berjualan di pantai rekreasi Lhonga, Aceh Besar,
"Hari minggu saya libur. Di sini bantu istri jualan. Paling saya bisa bantu kupas kelapa muda dan bersih-bersih. Usaha jualan untuk menambah penghasilan keluarga ini sudah berjalan setahun yang lalu," katanya.
Tak terasa, gempa dan tsunami Aceh sudah sembilan tahun berlalu. Kini, Mukhtar sudah bisa kembali tersenyum bersama istri dan dua anaknya karena ia telah mampu bangkit dari keterpurukan akibat musibah gempa dan tsunami Aceh.