Rp 35 Juta Ikut Tenggelam
Ia mengenakan kain sarung dan kemeja lusuh, serta membawa tas sandang warna hitam yang masih basah
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG -- SUTIONO tak kuasa menahan tangis di kamar jenazah Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Ia mengenakan kain sarung dan kemeja lusuh, serta membawa tas sandang warna hitam yang masih basah.
Isak tangis warga desa Sidomulyo Jalur 18 Kec Muara Padang ini, karena istrinya Maghdalena (49) tak terselamatkan dalam peristiwa kecelakaan speedboat Mahakam menuju Jalur 18 Kec Muara Padang Kab Banyuasin, Jumat (3/1/2013), di Sungai Musi.
"Mau bagaimana ini. Aku bingung, mau berbuat apa," katanya ketika para tetangga yang menenangkan bapak dua anak tersebut.
Ia menceritakan, saat kejadian istrinya tak bisa keluar dari dalam speedboat. Dia pun mengaku ke Palembang lantaran ada urusan serta mengantarkan anak-anaknya bersekolah.
Kartini, juga tak terselamatkan. Perempuan yang berumur 15 tahun itu belum jelas identitasnya. Hingga malam menjelang, barulah dia dietahui merupakan warga Desa Bangun Harjo Kecamatan Muara Sugihan.
Dia dikenali tetangganya yang bersekolah di Palembang. Mendengar ada kecelakaan, merekapun datang ke rumah sakit.
"Benar, itu Kartini. Satu desa dengan saya," ujar seorang perempuan.
Ia menceritakan, Kartini pulang ke Jalur bersama saudaranya. Ia pun dititipkan dengan tetangga yang kebetulan menumpang di speedboat tersebut. Sementara, saudaranya tidak pulang dan Kartini sendirian. "Dia dititipkan sama tetangganya. Tadi, dia ke bawah ampera itu diantar kakaknya," ujar dia.
Sementara, Fahri (7) warga desa Sikam 3 Kec Gelumbang Kabupaten Muaraenim diketahui baru tiga bulan tinggal di Desa Sikam. Sebelumnya dia tinggal di Jalur.
Nurhapida, ibu Fahri, mengatakan, "Suaminya saya tidak bisa menyelamatkan Fahri karena menyelamat anak kami yang lain. Fajri tertimpa motor," ujarnya
Pantauan Tribun pukul 17.00, penumpang yang selamat sempat terlantar di tanah lapang karena belum ada yang menampung mereka. Mereka menunggu di atas rumput dengan pakai basah, sehingga kedinginan.
Ana, korban selamat, mengatakan tidak mau berkomentar kepada wartawan karena sedang kedinginan. "Saya sedeng menunggu speedboat lain untuk jemput saya. Di sini saya tidak punya keluarga dekat," ujar Ana.
Ana sudah biasa ke Palembang dari desanya Jalur 18. Dia belanja di Pasar 16 Ilir pulang-pergi (PP) untuk dijual lagi ke kampung halamannya
"Speedboat sudah menjadi kendaraan saya karena lebih cepat sekitar waktu dua jam. Biayanya Rp 60 ribu satu kali perjalanan," ujar Ana
Ali (23), penumpang selamat, mengaku sempat menyelamatkan penumpang lain yang tidak bisa berenang. "Tadi ada ibu-ibu yang selamat kehilangan uangnya di tasnya sekitar Rp 25 juta," kata Ali.
Penumpang lainnya, Sikam, mengucap syukur cucunya selamat dalam insiden tersebut. Padahal, uang gaji guru yang baru diambil dari bank hilang dalam kecelakaan tersebut. Sekitar Rp 10 juta.
Menurutnya, uang tersebut untuk pembayaran gaji empat guru tempat sekolah yang dipimpinnya, yakni SD Negeri 8 Muara Padang. Setiap bulan dirinya memang selalu pergi ke Palembang untuk mengambil gaji.
Dia ke Palembang bersama cucunya, Amir Adli (3) bermaksud liburan dan mengambil gaji. Setelah gaji diambil, iapun langsung pulang menumpang speed boat Mahakam.
Uang gaji tersebut diletakkan dalam sebuah kantong plastik hitam dan dalam tas. Namun naas, ketika kecelakaan terjadi, uang yang berada dalam kantong plastik itu hilang. "Gak apalah, yang penting anak cucuku selamat semua," katanya ketika tengah dirawat di RSMP.
Kasat Penegak Hukum SatPolair Polresta AKP Beni Wijaya, mengatakan, korban meninggal kecelakaan speedboat 7 berada di RS Muhamadiya. Sedangkan serang speedboat, Eka, diminta keterangannya. (mg8/and)