Warga Miskin Ngawi Kesal Ikut Program BPJS Diharuskan Bayar Iuran
Warga miskin di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, masih dibingungkan dengan program BPJS Kesehatan.
Laporan Wartawan Surya Sudarmawan
TRIBUNNEWS.COM, NGAWI - Warga miskin di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, masih dibingungkan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Selain itu, program yang mengharuskan warga ini mendaftar, juga dibingungkan dan diberatkan dengan adanya iuran untuk pemilihan kelas pelayanan kesehatan.
Rinciannya untuk pelayanan kelas I iurannya Rp 59.500 per bulan, pelayanan kelas II iurannya Rp 45.500 per bulan dan pelayanan kelas III iurannya Rp 25.500 per bulan.
Kondisi ini, semakin membingungkan kalangan warga pedesaan terutama bagi mereka yang selama ini berprofesi sebagai buruh tani.
Apalagi, selama ini mereka yang sudah masuk dan terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Hal ini, disebabkan untuk menjadi peserta Jamkesmas dan Jamkesda mereka tidak diwajibkan membayar iuran bulanan itu.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial dan kesehatan di Indonesia yang selama ini sudah berjalan, termasuk Jamkesmas dan Jamkesda.
Kondisi itu, salah satunya seperti yang dirasakan warga pedesaan di sejumlah desa yang ada di Kecamatan Pitu, Kabupaten Ngawi.
Warsini (45), warga Pitu yang menunggui keluarganya dirawat di Puskesmas Pitu mengaku sampai saat ini belum mendaftarkan diri sebagai anggota BPJS. Alasannya, belum paham cara mendaftar dan lokasi pendaftarannya dimana.
"Kan belum ada sosialisasi. Makanya kami belum mendaftarkan diri. Sekarang saya menunggui nenek saya yang sakit di puskesmas ini dengan biaya dari kantong kami sendiri," terangnya kepada Surya, Senin (13/1/2014).
Sementara Kepala Puskesmas Pitu, Agung Kurniawan mengaku sudah menyiapkan ruang pelayanan cadangan di Puskesmas Pitu jika terjadi lonjakan pasien yang menggunakan layanan program BPJS.
Selain itu, juga mempersiapkan peralatan dan para tim medisnya lantaran harus tetap berupaya maksimal memberikan pelayanan bagi pasien BPJS di puskesmas yang dipimpinnya itu.
"Kurang fahamnya masyarakat yang membuat bingung itu. Jika masyarakat itu masuk dalam daftar Jamkesmas maka otomatis mendapat pelayanan program BPJS itu. Sedangkan yang mendaftar itu untuk masyarakat yang harus mandiri.
Kami yakin kalau syarat-syaratnya sudah diketahui masyarakat tidak akan ada kendala, termasuk menunjukkan lokasi pendaftaran dan tentang cara memilih kelas pelayanan kesehatan," pungkasnya.