Wahai Presiden Baru, Tolong Pulangkan Aku
“Harapan kami tidak muluk-muluk. Kami ingin menjadi warga negara normal. Bisa kembali hidup bersama di rumah dan kampung kami sendiri,” tutur Ustad I
Alih-alih menjamin mereka balik ke kampung halaman, menjamin keselamatan di pengungsian saja sulit mereka wujudkan.
Walhasil mereka pun menerima tawaran mengungsi keluar. Jauh dari jangkauan kelompok penyerang, tetapi jauh dari tanah kelahirannya.
Mereka pun menjadi penghuni rusun yang sebenarnya disediakan buat pedagang pasar Puspa Agro. Di sana mereka bercampur dengan imigran dari Timur Tengah.
Sejak hidup di pengungsian, berbagai usaha mereka lakukan agar bisa kembali ke kampung halaman.
Mereka tetap berharap pada aparat negera, mulai dari pemerintah kabupaten, provinsi hingga pusat.
Terakhir mereka sambat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka mengirim delegasi dengan bersepeda onthel (pancal) menuju Jakarta.
Suara mereka memang sempat didengar. Presiden SBY turun ke Jatim. Bahkan Pemprov Jatim membentuk tim rekonsiliasi yang bertugas mempersatukan kelompok Syiah ini dengan para pengusirnya.
Tapi kabar upaya itu itu menghilang pelan-pelan. Yang tersisa tetaplah kabar duka warga Syiah di pengasingan.
Termasuk kabar pengalaman mereka pertama kali mengikuti pesta demokrasi di pengasingan.
”Alhamdulillah kita semua bisa memilih (dalam pilpres lalu),” ujar Umi Kalsum, istri Tajul Muluk, pemimpin jemaah Syiah Sampang.
Kini seperti warga umumnya, warga Syiah menanti pengumuman siapa presiden baru, yang akan diumumkan KPU, Selasa (22/1/2014) hari ini.
“Kami sangat berharap presiden baru mendengar suara kami dan bisa mengakhiri penderitaan ,” tutur Umi.
Hidup di pengungsian membuat kehidupan mereka serba susah. Warga yang mayoritas petani desa itu kehilangan mata pencaharian.
Mereka tidak memiliki keahlian untuk mendapatkan ekonomi yang lebih baik.
Mayoritas mereka, kini menjadi buruh di pasar Puspa Agro, yang masih satu kompleks dengan rusun. (ben/idl)