Banyak "Comotan" Ekspatriat Yang Diajari Jadi Model Dadakan
“Misalnya desainernya berkiblat ke barat, model-model bule yang akan digunakan. Jadi tergantung selera saja,” ungkap Grace, Sabtu (15/11/2014).
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Panggung modelling yang dulu didominasi model berparas lokal, kini banyak diisi pula dengan wajah asing, model mancanegara.
kedatangan model bule akan memberikan spirit bagi model lokal untuk terus mengembangkan diri.
Persaingan akan melahirkan kemauan untuk meningkatkan kualitas model lokal.
Nama Grace Tanojo (23) sudah dikenal di kalangan model Surabaya.
Lulusan UK Petra ini mengakui, datangnya para model mancanegara memang menjadi tantangan tersendiri bagi para model Tanah Air.
Menurut Grace, Indonesia termasuk Surabaya memang ladang subur bagi model asing. Pola pikir masyarakat dan tren gila label asing menjadi magnetnya.
Kondisi ini membuat para desainer dan berbagai produsen kemudian tertarik menggunakan jasa model bule.
“Misalnya desainernya berkiblat ke barat, model-model bule yang akan digunakan. Jadi tergantung selera saja,” ungkap Grace, Sabtu (15/11/2014).
Meski begitu, menurut Grace derasnya kedatangan model bule, tidak serta merta mematikan model lokal. Menurutnya model lokal tidak kalah berkualitas.
“Dari segi postur, model lokal kini banyak yang tingginya menyamai model Kaukasia (bule). Kemampuan di atas catwalk juga bisa diandalkan,” tuturnya.
Model mancanegara yang eksis di Surabaya, kata Grace tidak semuanya profesional.
Banyak juga model “comotan”, ekspatriat yang bekerja di Surabaya. Dalam waktu singkat, mereka diajari untuk menjadi model dadakan.
“Tapi mereka eksis di Surabaya dan kerap tampil di berbagai show, walaupun dari sisi profesionalisme model bule dadakan tersebut kalah dibanding model lokal,” katanya.
Grace memperkirakan, ke depan persaingan model lokal dan model asing ini akan semakin ketat.
Sebab tahun 2015 sudah mulai diberlaukan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Saat itu model-model dari negara-negara ASEAN bebas masuk ke Indonesia.
Karena itu model lokal harus meyiapkan diri. Bukan dengan meniru model asing, melainkan memperkuat karakter. Sebab wajah model lokal kerap dianggap unik, dan tidak dimiliki model bule.
“Masa kita harus meniru hidung harus mancung seperti mereka (bule). Kita tetap bisa bersaing dengan sehat kok,” katanya. (day)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.