Upacara Prasista Alit, Menetralisir Wilayah dan Mendoakan Angeline
Hanya terlihat lima orang dari pemilik lahan yang masuk ke dalam rumah tersebut dengan membawa beberapa sesajen.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Pasca ditemukannya Angeline dalam keadaan meninggal terkubur di belakang kandang ayam di rumahnya Jalan Sedap Malam Nomor 26, warga Kebonkuri serta pemilik lahan melaksakan upacara pecaruan, Selasa (16/6/2015) yang dimulai pukul 17.00 Wita.
Upacara pecaruan tersebut digelar di dua tempat berbeda yakni di rumah yang ditempati Margriet CH Megawe, yang juga tempat ditemukannya jenazah Angeline dan di catus pata Gumi Kebonkuri, Desa Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur.
Pantauan Tribun Bali (Tribunnews.com Network) upacara pecaruan di rumah yang dikontrak Margriet, hanya terlihat lima orang dari pemilik lahan yang masuk ke dalam rumah tersebut dengan membawa beberapa sesajen. Tak berselang lama kelima orang tersebut keluar dan melanjutkan prosesi ke pantai Sanur.
Sementara di catus pata (pusat) Gumi Kebonkuri yang jaraknya sekitar 1,5 Km dari TKP, terlihat warga sudah berkumpul menggelar upacara pecaruan dipimpin oleh seorang sulinggih.
Ditengah prosesi ritual di catus pata, sejumlah warga dengan membawa sesajen dan air suci (tirta) menuju Pura Batu Bolong yang tepat berada di depan TKP. Warga Kebonkuri pun kembali melakukan pembersihan dengan bersembahyang dan memercikkan air suci di depan rumah yang selama ini ditempati oleh Margriet.
Dalam prosesi pecaruan warga di rumah itu, dua orang warga Kebonkuri kerauhan, setelah dipercikkan air suci kedua warga tersadar dan dibawa menuju catus pata Gumi Kebonkuri tempat dilaksanakannya pecaruan besar.
Ditemui disela-sela upacara pecaruan, I Wayan Wirasana pengelingsir Gumi Kebonkuri, Desa Kesiman menyatakan, digelarnya upacara pecaruan ini dalam rangka menetralisir wilayah Kebonkuri dari keadaan leteh (kotor) terkait dengan adanya penemuan jenazah di wilayah Kebonkuri.
"Upacara ini sebagai premresista alit Eka Sata dengan mecaru ayam brumbun yang sifatnya sementara. Upacara ini bertujuan untuk menetralisir hal-hal negatif terkait dengan penemuan jenazah Angeline di rumah itu," jelasnya.
Pihaknya memaparkan, upacara yang melibatkan pemilik lahan serta empat banjar di wilayah Gumi Kebonkuri yakni Banjar Kebonkuri Klod, Kebonkuri Mangku, Kebonkuri Tengah dan Banjar Kebonkuri Lukluk ritual presita alit ini dilaksanakan, karena dalam waktu dekat warga akan merayakan hari raya Galungan dan Kuningan.
"Kami sikapi dulu dengan bijak, karena mendesak dengan makin dekatnya Hari Raya Galungan agar warga di sini bisa merayakan, kemudian tanggal 20 Mei sudah tumpek bubuh untuk itu kami laksanakan premresista alit dulu," ungkap Wayan Wirasana.
Namun tingkat upacara ini masih ditengah-tengah, sebenarnya upacara tidak cukup. Karena kedepan tidak bisa menetralisir tanah yang menjadi kuburan Angeline untuk dikembalikan lagi menjadi tanah pemukiman.
"Upacara ini sifatnya sementara hanya untuk menetralisir, tapi harus dilakukan upacara yang tingkatannya lebih tinggi, namanya upacara Panca Kelud. Itu keinginan kami nantinya dan akan meminta bantuan dari pihak terkait karena dananya cukup besar," tuturnya.
Saat ditanyakan kapan akan digelar upacara pecaruan panca kelud, pihaknya mengatakan seharusnya setelah pelaksanaan presista alit, karena rentang waktu satu bulan tujuh hari dilanjutkan dengan panca kelud.
"Karena di Banjar kami ada keterbatasan dana jadi kami masih berkoordinasi. Kalau panca kelud sebagai penetralisir jangka waktunya panjang diatas 50 tahunan," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Lingkungan Kebonkuri, Ketut Sutapa mengatakan, digelarnya serangkaian upacara pecaruan bertujuan untuk menetralisir tempat dan mendoakan arwah Angeline.
"Upacara pecaruan tujuannya untuk menetralisir dan mendoakan arwah Angeline agar diterima disisi Tuhan sesuai dengan amalnya. Tidak ada tujuan lain, intinya agar Angeline dilapangkan jalannya dan tidak ditunggangi hal-hal yang negatif," jelasnya.
Terkait dengan biaya upacara yang akan digelar di dua lokasi tersebut, Ketut Sutapa menyatakan diperkirakan menghabiskan biaya puluhan juta rupiah.
"Biaya upacara kecil di tempat kejadian menghabiskan sekitar 1 juta, kalau yang di central diperkirakan menghabiskan biaya Rp 20 juta. Kalau upacara panca kelud bisa menghabiskan sekitar Rp 50 juta," katanya.
Menurut Ketut Sutapa, sebenarnya siapapun sebagai duratmaka (pelaku) kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang akan dikenakan denda. Dendanya adalah mepresista gumi, menyucikan tempat atau lingkungan dengan upacara sesuai dengan tingkatan paling kecil pecaruan eka sata. (CAN)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.