Inilah Penjelasan Menurut Tradisi Tutur Suku Using Kenapa Ada Orang Bernama Tuhan
Pria bernama Tuhan asal Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, menimbulkan polemik di masyarakat.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Pria bernama Tuhan asal Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, menimbulkan polemik di masyarakat.
Bisa jadi nama tersebut dipengaruhi oleh bahasa tutur suku Using (ada yang menyebutnya suku Osing), suku asli di Kabupaten Banyuwangi.
"Mayoritas masyarakat yang tinggal di kecamatan Licin adalah suku Using. Bisa jadi nama Tuhan dipengaruhi oleh bahasa tutur. Ini sama saja dengan 'using' yang pelafalannya seperti menyebutkan huruf o," jelas Antariksawan Yusuf, pemerhati bahasa Using, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/8/2015).
Menurut dia, dalam tutur bahasa Using memang ada huruf seperti 'o' atau 'e' yang ditulis menjadi 'u' atau 'i'. Ia mencontohkan kata 'toles' yang dalam bahasa bakunya 'tulis', maka jika diberi imbuhan akan menjadi 'ditulisi'.
"Hal serupa juga ada dalam bahasa 'mulih' yang artinya adalah pulang. Nah dalam pengucapannya menjadi 'moleh'. Pada saat orang bilang 'muliho', bukan 'moleho'. Serta penulisan yang benar adalah 'Using' bukan 'Oseng'," ujar lelaki yang menulis novel dalam bahasa Using yang berjudul 'Nawi bkl Inah' tersebut.
Menurut Yusuf, wajar saja kalau lelaki yang sehari hari dipanggil "Tohan" ditulis "Tuhan". Sebab, ini mengikuti kaidah bahasa Using yang baku.
"Dalam bahasa Using, 'tuhan' tidak berarti apa-apa. Karena orang Using menyebutnya 'Pengeran' atau 'Gusti Allah' kalau merujuk kepada Tuhan yang disembah," jelas Antariksawan.
Seorang laki-laki bernama Tuhan itu menjadi polemik setelah terungkap di KTP-nya yang mencantumkan nama "Tuhan". Sehari-hari, laki-laki yang berprofesi sebagai tukang kayu tersebut dipanggil Tohan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau agar warga Kabupaten Banyuwangi yang bernama Tuhan untuk mengganti namanya.
Paling tidak, menurut MUI, pria berusia 42 tahun itu perlu menambah nama pada awal atau pada akhir namanya agar tidak mengandung penafsiran yang salah.
Menurut Ketua MUI Jawa Timur KH Abdusshomad Bukhori, nama Tuhan dinilai kurang baik secara etika agama.
"Ditambah saja atau lebih baik diganti. Sebagai hamba, nama itu melanggar etika," katanya, Senin (24/8/2015).
Abdusshomad bahkan meminta petugas pencatatan sipil untuk menarik kartu identitas agar pemilik nama itu untuk sementara tidak dapat mengakses layanan apa pun.
"Biar sementara tidak dapat mengakses layanan pemerintah sampai dia mengganti namanya," kata Abdusshomad.