Kisah Pasangan Gay Boyolali, Dar dari Laki-laki Berubah Jadi Wanita Sejak Habis Disunat
Seiring waktu berjalan, Dar mulai diterima oleh masyarakat dengan penampilan barunya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BOYOLALI– Sosok Dar alias Ratu Airin Karla dan kisah cintanya dengan Dum telah diketahui masyarakat di lokasi diadakan pernikahan mereka, yang berada di Kecamatan Musuk, Boyolali.
Seorang tetangga sekaligus kerabat Ratno menuturkan, dahulu Karla terlahir sebagai lelaki tulen. Tidak ada yang aneh pada lagak dan gaya Dar pada waktu itu.
“Sampai kemudian ketika ia selesai disunat kelas enam SD, penampilan dan kepribadiannya lambat laun berubah. Bahkan sejak saat itu, Dar lebih sering terlihat memakai daster,” ucapnya, Minggu (11/10/2015).
Berawal dari masa tersebut, Dar mulai sering berpatut-patut didepan kaca dan mencoba-coba pakaian perempuan. Hal itu berlanjut hingga Dar beranjak dewasa.
Seiring waktu berjalan, Dar mulai diterima oleh masyarakat dengan penampilan barunya.
Sejak sibuk bekerja di Mojosongo, Dar juga sering terlihat bersama pasangannya kini Dum.
Kedekatan itu pun mulai disadari oleh masyarakat yang ada di dusun tempat tinggal Karla. Pada mulanya, masyarakat menentang hubungan sejoli itu.
Berbagai cara pun ditempuh untuk memisahkan dua insan berjenis kelamin laki-laki itu.
“Kami sudah mencoba secara pribadi memisahkan keduanya, baik bicara baik-baik hingga pergi ke dukun. Namun hasilnya nihil, mereka sepertinya susah dipisahkan,” kata Ratno.
Bahkan, masyarakat dusun tempat diadakannya penikahan itu pernah dibuat geger akibat perbuatan Karla yang hendak menaruh obat pencahar pada makanan yang akan dihidangkan pada hajatan.
“Sekitar tiga tahun yang lalu dia (Karla) pernah ikut bantu-bantu masak dalam sebuah hajatan warga. Lalu ada warga yang mengetahui ia mencampurkan uras-uras (pencahar). Kemudian hal itu dihentikan, lalu dia (Karla) disuruh pergi, dan hidangan diganti dengan yang baru,” kata Kepala Desa di lokasi pernikahan itu, Suryati.
Waktu bergulir, dan sejak sebulan terakhir Dar alias Karla mulai sibuk mempersiapkan acara “hajatan” tersebut. Ratno sang kerabat bahkan diberitahu bahwa baju bak pengantin yang dikenakan Dar berharga empat juta rupiah.
Namun demikian warga tetap menolak adanya perkawinan sesama jenis. Menurut Suryati, hal itu melanggar nilai-nilai budaya, agama dan adat istiadat setempat.
Akan tetapi, dari serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh sang “mempelai” maka penduduk dusun tersebut mendatangi “hajatan” Dar dan Dum sebagai gotong royong. Bukan untuk merestui “pernikahan” tersebut.
“Kami hanya sebatas membantu untuk saling bergotong royong, sesama masyarakat. Untuk pernikahan kami tidak setuju,” ungkapnya.
Suryati berkata, baik Dar ataupun Dum tidak pernah meminta izin kepada pemerintah desa untuk melaksanakan pernikahan. Hal itu karena pernikahan antar sesama lelaki mustahil dilaksanakan.
“Pemdes tidak pernah mengizinkan pernikahan sesama jenis terjadi di desa ini,” tutup Suryati.
Penulis: Padhang Pranoto