Pemuda Ini Biayai Sekolah Hingga Kuliah Lewat Jasa Panjat Kelapa
Ahmad Hamid Fajar (22) mampu membiayai sekolahnya dari SMP hingga kuliah berkat kepandaiannya memanjat pohon kelapa.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Ahmad Hamid Fajar (22) mampu membiayai sekolahnya dari SMP hingga kuliah berkat kepandaiannya memanjat pohon kelapa.
Asal tahu saja, pemuda asal Bangetayu, Kota Semarang, itu mengaku mensyukuri kepandaiannya dan senang memberikan jasa memanjat pohon kelapa dari kampung ke kampung.
Sewaktu dudu di bangkut SMP, Fajar mematok tarif Rp 1.500 per pohon, namun kini ia menaikkannya hingga Rp 10 ribu. Usaha jasa panjat pohon terus digeluti Fajar sampai sekarang.
Anak kelima dari sembilan bersaudara ini ingin sukses dalam dunia akademik dan bercita-cita menjadi dosen di perguruan tinggi.
Ahmad Hamid Fajar (22), mahasiswa UIN Walisongo, Semarang.
Ia mengenang susahnya hidup membuat ia terpaksa kerja keras lewat jasa panjat pohon kelapa. Profesi ini Fajar geluti ketika meminta uang ke orangtuanya namun tak dikasih.
"Ngapain minta uang, ya cari uang sendiri dipakai sendiri," kata Fajar mengenang perkataan ayahnya dan sejak itu memutuskan tak mau lagi merepotkan orangtuanya.
Fajar tumbuh sebagai anak yang mandiri dan mencari uang sendiri untuk sekolah dan kuliah. Ibunya, Mahmudah (53) hanya pedagang kain di kios kecil, sedangkan Satimin (58), ayahnya, petani jambu.
"Sekali masak bisa sampai empat kilo beras sehari,” cerita Fajar soal kondisi keluarganya. "Mas dan mbak yang di atasku sekarang sudah sarjana."
Berbeda dengan kakak-kakaknya yang pernah mondok di pesantren, Fajar justru belum pernah meski keinginan sejak kecil itu ada tapi kondisi orangtua tak memungkinkan. Ia berpikir, orangtuanya di rumah sangat membutuhkan tenaganya sehingga tak bisa keluar rumah untuk waktu lama.
Kepandaian Fajar memanjat pohon bermula ketika tetangga meminta tolong untuk dipetikkan kelapa yang tumbuh di pekarangannya dan sejak saat itu pesanan untuk memetik buah kelapa terus berdatangan.
Berita Fajar pandai memanjat kelapa segera menyebar dari mulut ke mulut, hingga akhirnya ia memantapkan diri memberikan jasa panjat kelapa.
"Saya enggak mau menyebut berapa, seikhlasnya saja,” tutur dia.
Satu waktu Fajar pernah mendapat upah Rp 1.500 per pohon, namun ia senang karena nilainya sudah cukup sebagai uang saku. "Sejak SMP itu saya udah enggak pernah dikasih uang saku,” Fajar mengenang.
Saat masuk SMA, Fajar sama sekali tak menerima materi dari orangtuanya. Setelah terkenal sebagai pemanjat pohon kelapa, Fajar mengembangkan kreativitasnya, kali ini menjadi penjual es kelapa muda.
Uang hasil memanjat ia belikan kelapa dan menjualnya sendiri. Tak hanya itu, laki-laki gigih ini juga ikut bapaknya berjualan jambu dan mangga. “Saya juga pernah jualan jambu sama bapak, kadang jual mangga juga,” tertawa Fajar mengenang semua itu.
Lepas dari hasil jerih payahnya yang sudah ia dapat sampai sejauh ini, Fajar tak akan melupakan pekerjaannya sebagai penyedia jasa panjat kelapa.
Bukan persoalan mudah memanjat batang kelapa yang jangkung, karena meski sudah mahir pun, Fajar beberapa kali terpelanting jatuh. Bahkan urusan digigit semut pohon kelapa bagi dia sudah biasa, tak jarang tangannya bentol.
"enggak apa-apa kalau yang disengat tangan, tapi kalau wajah saya sangat benci itu. Soalnya lama hilangnya,” kekeh Fajar yang tak menolak jasa panggilan panjat pohon meski musin penghujan.
Keberanian inilah yang menjadikan Fajar dikenal sampai luar daerah Sembungharjo sebagai pemanjat pohon kelapa. “Banyak yang datang ke rumah, terus saya dibawa ke pekarangan yang pohonnya mau dipanjat,” beber mahasiswa yang sedang merampungkan skripsi di UIN Wali Songo ini.
Tak hanya urusan panjat pohon, di kampus ia pun berprestasi. Selama dua semester Fajar mendapat beasiswa dan memperoleh kesempatan mengikuti lomba speed climbing antarfakultas dan keluar sebagia juara.
“Gara-gara terbiasa manjat itu,” katanya. Ia juga mengikuti lomba speed climbing se-Kota Semarang dan kini sudah bisa membiayai sekolah adik-adiknya. (Laporan Lilis Yuliyanana, Mahasiswa UIN Walisongo magang di Tribun Jateng)