Pakar Epidemologist: Gejala DBD Tak Selalu Diawali dengan Stadium Bintik Merah
Gejala DBD tidak lagi selalu konvensional yang diawali dengan stadium bintik merah di kulit.
Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Pakar epidemologist sekaligus Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Arsunan Arsin, mengatakan pola perkembangan DBD sudah mengalami perubahan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Arsunan terkait semakin meningkatnya jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia belakangan ini.
"Nyamuk penyebab DBD sekarang tidak hanya berkembang biak di air yang ada wadahnya, tapi juga bisa berkembang biak di air yang kontak langsung dengan tanah," kata Arsunan, Selasa (2/2/2016).
Selain itu, gejala DBD tidak lagi selalu konvensional yang diawali dengan stadium bintik merah di kulit.
"Dulu gejala DBD itu diawali dengan demam tinggi selama berhari-hari, yang kemudian diikuti dengan pendarahan, tapi sekarang bisa langsung diawali dengan pendarahan terlebih dahulu," ungkapnya.
Ia juga mengatakan merebaknya kasus DBD di Indonesia khususnya Sulsel disebabkan oleh banyak faktor.
"Faktor lingkungan terkait langsung karena curah hujan belakangan ini terbilang tinggi yang diselingi dengan panas matahari. Kondisi itu sangat kondusif bagi nyamuk Aedes Aegypti untuk berkembang biak dengan infektifitas tinggi," kata Arsunan.
Arsunan berharap pemerintah khususnya Dinas Kesehatan dapat terus membimbing masyarakat untuk menerapkan 3M Plus.
"Selain 3M, pemerintah bersama anggota masyarakat juga harus turun langsung mengecek semua benda yang dapat menjadi potensi tempat berkembangnya nyamuk," ujarnya.
"Kuncinya adalah kita bahu membahu 'mengurangi populasi atau bahkan menghabisi' nyamuk aedes aegypti di Indonesia," kata Arsunan.