Keluarga Miskin di Brebes Ini Hanya Mampu Beli Nasi Aking
Nasi aking adalah nasi sisa yang dikeringkan kemudian ditanak lagi yang dulu biasa dikonsumsi warga di masa paceklik
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jateng Fajar Eko Nugroho
TRIBUNNEWS.COM, BREBES - Keluarga Sakhah (52) adalah potret kemiskinan yang masih dialami sejumlah warga di Jawa Tengah.
Bahkan, keluarga itu tak mampu membeli beras untuk sekadar makan sehari-hari dan hanya mampu membeli nasi aking sebagai penganti beras.
Nasi aking adalah nasi sisa yang dikeringkan kemudian ditanak lagi yang dulu biasa dikonsumsi warga di masa paceklik.
Sakhah tidak sendirian, sejumlah warga lain di Desa Slatri, Kecamatan Larangan, Brebes juga mengalami nasib yang tidak jauh beda.
"Sudah lama kami makan nasi aking, ya karena nggak punya uang. Sekarang ini kan beras juga mahal, uangnya hanya cukup untuk beli nasi aking," ujar Sakhah di kediamannya, Sabtu (26/3).
Sakhah yang tidak memiliki pekerjaan tetap itu, tinggal di sebuah rumah sederhana bersama anak perempuannya bernama Atika (15) dan ibundanya bernama Sudinah (70).
Sejumlah warga Desa Slatri memang mengonsumsi nasi aking, namun banyak di antaranya malu mengungkapkan secara terbuka.
Nasi aking oleh warga biasanya diolah dengan dikukus atau diliwet dan agar menambah cita rasa, nasi aking diberi parutan kelapa dan garam.
Mereka mendapatkan nasi aking dengan memanfaatkan sisa nasi keluarga atau membeli dari pedagang keliling dengan harga satu kilogram harganya Rp 2.500.
Sakhah mengaku tak mengalami masalah saat mengonsumsi nasi aking.
Namun, dia mengaku sedih melihat anak dan ibundanya yang hanya bisa terbaring lemah juga mengonsumsi nasi yang sebenarnya biasa digunakan sebagai pakan ternak tersebut.
"Tapi saya dan keluarga masih bersyukur, yang penting masih bisa makan," ungkapnya.
Persoalan Sakhah lainnya adalah rumah gubuk dari kayu berlantai tanah yang ditinggalinya bersama keluarga sudah tidak layak huni.