Warga Pegunungan Kendeng Gelar Aksi Teatrikal di PT TUN Surabaya
Ratusan warga Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah, berunjuk rasa di depan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya, Kamis (2/6/2016).
Penulis: Monica Felicitas
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Monica Felicitas
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Memakai caping di kepalanya, seorang perempuan setengah baya, berkebaya putih menjadi pusat perhatian di antara perempuan lainnya.
"Ibu bumi wis maringi, ibu bumi dilarani, ibu bumi kang ngadili (ibu bumi memberi, ibu bumi disakiti, ibu bumi yang mengadili, red).”
Sepenggal puisi yang dilagukan di atas bertajuk 'Donga Nuswantara Kendeng Njegegke Adil' disampaikan perempuan bercaping tadi di depan kantor Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya, Jawa Timur, Kamis (2/5/2016).
Tangisan perempuan tadi mewakili perasaan ratusan masyarakat Kabupaten Pati dari Pegunungan Kendeng Utara. Mereka datang dari Kecamatan Sukolilo, Kayen, dan Tambakromo.
Mereka datang berunjukrasa menolak pembangunan pabrik Indo Semen, PT Sahabat Mulia Sakti, perusahaan yang lebih dari setengah sahamnya merupakan milik Jerman.
”Di Semarang kemarin tanggal 17 November 2015, gugatan sudah dimenangkan warga, tetapi Bupati mengajukan banding ke PTTUN,” kata Gunretno, ketua aksi.
Aksi ini dimaksudkan agar hakim Santer Sitorus terketuk hatinya dan mendoakan proses banding perkara gugatan terhadap izin lingkungan pendirian pabrik dan penambangan PT Sahabat Mulia Sakti menghasilkan keputusan yang benar dan memihak pada pelestarian alam.
”Ini kedua kalinya kami datang ke sini untuk mengingatkan kelak ketua hakim harus memikirkan kesejahteraan warga Kendeng, pikirkan kami sebagai petani,” imbuh Gunretno.
Lahan yang akan dibangun tapak pabrik semen seluas 180 hektare masih berstatus milik masyarakat. Di sana juga akan dibangun tambang kapur dan batu lempung seluas 2025 hektare yang nantinya terletak di dalam hutan milik perhutani yang statusnya diperuntukkan untuk pariwisata dan pertanian, bukan untuk tambang dan industri.
”Pengairan sawah sumbernya dari pegunungan Kendeng itu. Lucunya ada MoU tahun 2002 yang menyatakan pihak Perhutani memberikan hak kepada masyarakat untuk mengelola, sekarang kok dipindahtangankan secara tiba-tiba. Si pemilik pabrik juga sama sekali enggak pernah bertemu masyarakat,” kata Bambang, warga yang satu hektare lahannya jadi korban.
Ratusan warga Pati sebelumnya berunjukrasa di DPRD Kabupaten Pati mengenai revisi perda pertambangan, yang harus dikembalikan ke pariwisata.