Mahasiswa UGM Ciptakan Rojak, Jaket Gunung yang Bisa Memijat dan Dilengkapi Sensor Suhu
Jaket yang dinamakan Rojak (Robot dalam Jaket) tersebut bukan hanya menghangatkan tubuh namun juga menghilangkan capek.
Penulis: Khaerur Reza
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Reporter Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta merancang sebuah jaket yang lain daripada yang lain.
Jaket yang dinamakan Rojak (Robot dalam Jaket) tersebut bukan hanya menghangatkan tubuh namun juga menghilangkan capek.
Hal ini karena jaket yang diciptakan Indra Budi Setioputro, Sevia Rani Irianti, Derly Shayyiban Naafian, Selvi Faristasari, dan Ikhsan Tanoto Mulyo memiliki sensor kehangatan dan pijatan otomatis.
Salah seorang anggota tim, Indra Budi Setioputro saat ditemui di UGM Selasa (14/6/2016) menjelaskan jaket ini merupakan implementasi pemanfaatan teknologi robotik pada jaket dengan inovasi sensor kehangatan dan pijatan otomatis.
Dirancang untuk pendaki gunung Rojak diyakini bisa membantu menjaga kualitas dan kenyamanan serta kesehatan tubuh para pendaki.
"Jaket ini di desain menyerupai jaket gunung. Sehingga nyaman digunakan dan memenuhi kriteria keselamatan untuk pendaki," jelasnya.
Beberapa teknologi disematkan dalam jaket tersebut, untuk pemijatan digunakan sejenis vibrator sebagai sistem pemijat otomatis yang diletakkan pada titik-titik tertentu di bagian punggung.
Hal tersebut ditujukan untuk mengurangi keluhan rasa sakit.
Untuk kehangatan dan kenyamanan, disematkan pula sensor suhu yang diletakkan di titik meredian tubuh, yaitu di bagian bawah ketiak.
Sensor ini nantinya dapat disesuaikan dengan kondisi tubuh pendaki.
Selain itu ada pula fitur penunjuk arah berupa output suara yang memudahkan pendaki menemukan arah mata angin.
"Fitur yang terdapat pada Rojak ini dikontrol secara real-time dengan menggunakan smartphone" tambahnya.
Walaupun dilengkapi berbagai kelebihan namun diakuinya masih ada beberapa kekurangan yang masih harus diperbaiki seperti bobot jaket yang masih cukup berat yaitu sekitar 3 kg.
Selain itu biaya pembuatannya juga masih tinggi, beserta riset yang dibutuhkan selama setengah tahun mencapai 7,5 juta rupiah.
"Kalau kita minimalisir dan lebih efisien kita perkirakan harganya hanya berkisar 2-3 juta rupiah," pungkasnya. (*)