Alasan Nelayan Probolinggo Mengikat Tujuh Paus yang Terdampar
Warga dihebohkan dengan terdamparnya puluhan ekor paus di perairan Desa Pesisir Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Warga dihebohkan dengan terdamparnya puluhan ekor paus di perairan Desa Pesisir Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (15/6/2016).
Diduga hal itu disebabkan perubahan suhu laut.
Berdasarkan keterangan nelayan setempat, mamalia air tersebut terlihat sejak siang.
Paus-paus itu lalu kembali ke tengah, tapi satu ekor yang tertinggal. Saat air surut, kian banyak paus yang tersangkut.
Terdamparnya hewan perairan dalam ini menjadi tontonan warga sekitar.
Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, Wahid mengatakan, setidaknya 32 ekor Paus Pilot terdampar di perairan tersebut.
Sebanyak 7 ekor memiliki panjang kurang dari 2 meter diikat di pinggir sungai oleh nelayan dengan alasan menunggu air laut pasang baru nanti dilepas.
Diperkirakan air laut pasang malam ini (Kamis 16/6/2016).
"Kurang lebih 25 ekor berada di pantai dekat muara sungai. Ada 15 ekor yang tidak bergerak, kemungkinan mati, lantaran tak dapat kembali ke perairan yang lebih dalam," jelasnya.
Wahid menambahkan, paus yang terdampar itu tidak membahayakan manusia karena bukan paus buas, sehingga nelayan yang melakukan evaluasi tak perlu dicemaskan.
Paus itu habitat hidupnya di perairan hangat seperti di Hawai dan Indonesia sendiri.
"Kedatangan koloni paus ini diperkirakan karena perubahan suhu laut. Sehingga mamalia laut ini bergerak mencari perairan yang lebih dingin."
"Namun karena suatu kondisi, akhirnya terdampar. Kami berupaya untuk menghubungi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Cabang Denpasar di Surabaya, guna penanganan selanjutnya,” ucapnya.
Sementara itu, warga membawa paus yang mati ke daratan, melalui sungai setempat.
Selanjutnya bangkai hewan tersebut, akan dikuburkan.
Penguburan paus, menurut warga setempat, Matali, merupakan tradisi warga sekitar pesisir.
Konon katanya, hewan besar tersebut memang sengaja menepi saat ajal hendak menjemput.
“Mau diapakan lagi, sudah mati. Seandainya masih hidup, pasti kami upayakan untuk kembali ke tengah agar bisa tetap hidup. Tapi ini sudah mati, ya dikubur saja,” terang Sanemo, Kepala Desa Pesisir. (Kontributor Kompas.com Probolinggo/Ahmad Faisol)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.