Kejagung Didesak Jelaskan Nasib Kasus Dugaan Korupsi di Kutai Kartanegara
Kejaksaan Agung diminta segera memberikan kejelasan mengenai tindak lanjut laporan dugaan korupsi yang terjadi di Kutai Kartanegara.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Kejaksaan Agung diminta segera memberikan kejelasan mengenai tindak lanjut laporan dugaan korupsi yang terjadi di Kutai Kartanegara.
Pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan kasus dugaan korupsi yang dimaksud adalah, dugaan patgulipat penerbitan izin usaha perkebunan untuk PT TPS.
Pasalnya, kata dia, kasus dugaan korupsi tersebut tak memiliki kejelasan tindak lanjutnya sejak tahun 2013.
"Harus ada kejelasannya. Bagaimana posisi kasusnya saat ini, penyelidikannya, apakah benar dugaan tersebut atau malah tidak memiliki bukti kuat," tegas Margarito Kamis, Selasa (26/7/2016).
Ia mengatakan, kejelasan posisi hukum tersebut harus ada agar tidak timbul persepsi buruk terhadap Kejaksaan. Terlebih, kasus yang dilaporkan sangat sensitif, yakni tudingan korupsi yang melibatkan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
"Satu hal yang penting untuk dimintakan kepada Kejaksaan Agung adalah, harus ada penjelasan terbuka, penerbitan (izin usaha) itu ada tidak tindak pidana korupsinya," jelasnya.
Margarito menuturkan, Korps Adhyaksa harus menyelidiki dugaan korupsi yang dilaporkan pada 2013 silam.
"Hematnya, Kejagung harus menyelidiki, dan Jaksa Agung harus menjelaskan kepada publik," tandasnya.
Roosyan Umar, pihak pelapor, sebelumnya mengatakan merasa kecewa dengan sikap Kejagung. Ia mengatakan, Muhammad Prasetyo Cs harusnya segera memproses laporannya itu.
"Kami ada rencana mendatangi Kejagung, sebab laporan dugaan kasus korupsi itu sudah lama disampaikan," ungkapnya.
Untuk diketahui, Kejagung menerima laporan dugaan rasuah dalam penerbitan izin usaha perkebunan kelapa sawit untuk PT TPS di Kecamatan Kembang Janggut dan Kecamatan Kenohan, Kutai, atas nama Rita, tahun 2013.
Laporan yang dilakukan Sena Sakti Law Office & Partners berdasarkan hasil penyelidikan tim gabungan dari Kementerian Kehutanan, Lingkungan Hidup, Kepolisian dan Kejagung pada 2011.
Hasil penyelidikan tim gabungan tersebut menyebutkan, adanya indikasi pidana kehutanan berupa penggunaan kawasan hutan produksi untuk perkebunan kelapa sawit seluas 3.600 hektare, tanpa izin pelepasan dari Menteri Kehutanan.
Perkara ini juga sampai ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam putusannya pada 12 April 2012, Majelis Hakim PTUN pada 12 April 2012 mencabut SK Bupati Kartanegara No. 519/152/SDA/I/IX-2011 9 September 2011 dan surat-surat izin lokasi untuk PT TPS yang pernah diterbitkan.
Pada areal seluas 3.600 hektare itu, PT TPS selama ini beroperasi hanya bermodalkan Izin Lokasi Perkebunan dari Bupati Kartanegara yang dikeluarkan pada 18 September 2006, lalu diperpanjang dua kali masing-masing pada 8 Agustus 2007 dan 27 Oktober 2008, dan terakhir dikukuhkan Rita. (reza/rilis)