Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Hidup Satu Keluarga Penderita Tuna Netra Mengetuk Hati Istri Gubernur Bali

Kondisi kebutaan yang diderita satu keluarga mengetuk keprihatinan Ketua BK3S Provinsi Bali, Ny Ayu Pastika.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kisah Hidup Satu Keluarga Penderita Tuna Netra Mengetuk Hati Istri Gubernur Bali
Humas Pemprov Bal
Ketua BK3S Bali Ayu Pastika menggendong bayi yang tunanetra dari keluarga yang juga tunanetra di Dusun Tunas Sari, Desa Tianyar Timur, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali, Rabu (27/7/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, AMLAPURA - Kondisi kebutaan yang diderita satu keluarga, pasangan I Ketut Subrata (26) dan istrinya Ni Wayan Astini (25) beserta buah hatinya yang baru berumur 10 hari mengetuk keprihatinan Ketua Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Provinsi Bali, Ny Ayu Pastika.

Ayu Pastika menyambangi kediaman keluarga malang tersebut di Dusun Tunas Sari, Desa Tianyar Timur, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali, Rabu (27/7/2016).

Keadaan yang memprihatinkan ini, menurut Ayu Pastika, memerlukan penanganan segera agar selanjutnya bisa mendukung keberlangsungan hidupnya keluarga kecil ini.

Tidak saja Subrata dan keluarganya, ketidakberuntungan ini juga dialami tiga saudara Subrata masing-masing I Nyoman Sukarya (29) yang merupakan kakak kandungnya, serta dua saudara tirinya, Ni Ketut Murniati (31) dan Ni Made Merta (27) yang bernasib sama.

"Kami berempat sudah buta sejak lahir termasuk istri saya juga buta, namun istri saya mengalami buta sejak sekolah SMA," kata Subrata.

Ia pun menceritakan awal pertemuan dengan sang istri yang telah memberikannya seorang bayi mungil.

Bermula saat dirinya menjadi penghuni panti sosial Bina Netra Natwa Mahatnia di Kabupaten Tabanan beberapa tahun silam.

Berita Rekomendasi

Di tempat itu, selain mendapat pelajaran cara memijat yang menjadi penghidupannya saat ini, Subrata muda berkenalan dengan Ni Wayan Astini hingga pada tahun 2014 lalu, keduanya memutuskan untuk menikah.

"Saya lahir di Pulau Sumbawa, ikut orangtua yang merantau ke sana. Setelah besar, baru ke Bali dan menetap di panti sosial selama beberapa waktu. Di panti itulah ketemu dengan istri," ujarnya.

Keputusannya untuk menikah dengan harapan memiliki anak normal agar ada yang bisa menuntun kehidupan mereka pun sirna.

Ia pun hanya bisa pasrah akan kondisi tersebut, dan karena keterbatasan kondisi fisik, akhirnya ibu Subrata pun memilih pulang untuk membantu mengasuh cucunya.

Kondisi kehidupan keluarga Subrata terbilang sangat jauh dari layak.

Beruntung dia mendapatkan bantuan bedah rumah dari paguyuban galian C dan dari ADD desa, sehingga bisa berdiri rumah mungil untuk tempat berteduh.

"Rumah ini bantuan dari desa dan paguyuban, sebelumnya hanya sebuah gubuk saja," ujar Subrata.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas