Erasmus Napitupulu: Laporan Gendo Seharusnya Ranahnya Perdata
''Karena jika laporan itu ranahnya pidana, maka niat seseorang itu bisa diketahui," ucapnya.
Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu menyebut laporan pidana terhadap Wayan Suardana alias Gendo merupakan niatan untuk melakukan kriminalisasi.
Dalam hal ini, Eras mengaku apabila laporan pidana itu bisa mencabut hak seseorang. Meskipun konteks dalam pelaporan itu ialah menyangkut harkat dan martabat seseorang.
"Kemudian apakah dengan adanya konteks ini ialah penyebaran kebencian antar dua individu yang bersitegang bisa dilaporkan pidana?. Kalau memang seseorang itu merasa sakit hati, kan bisa dilaporkan dengan cara perdata. Karena jika laporan itu ranahnya pidana, maka niat seseorang itu bisa diketahui," ucapnya, Sabtu (20/8/2016).
Dia mencontohkan, bahwa pada kasus penyebaran kebencian, kasus itu pernah dialami oleh Presiden ke 6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Saat itu ia dituduh oleh seseorang memiliki Istri di luar Ani Yudhoyono. Namun, sebagai Presiden, SBY tidak melakukan proses pidana.
"Ia bersurat sendiri dan melaporkan secara perdata. Dan ini kami apresiasi. jadi bisa kita ketahui, apapun pasalnya jika ranahnya pidana seorang pelapor itu tahu tujuannya apa," jelasnya.
Sehingga, konteks pelaporan itu yang harus dipahami terlebih dahulu. Apalagi, informasinya ialah penyebaran issue kebencian atau SARA.
Karena, pihaknya sendiri sudah melakukan penelitian hingga saat ini sudah ada 183 kasus yang diteliti, dan disimpulkan laporan pidana adalah ada tujuan yang diketahui.
Sedangkan, jika melihat hal ini, Wayan 'Gendo' sebagai terlapor tidak melakukan ajakan untuk warga Bali membenci pelapor. Dan atau niat menghasut tidak ditunjukkan dalam hal ini.
"Kalau, misalnya ini, konteksnya terlapor melakukan ajakan harus mengusir suatu golongan dari tempat yang dipijak. Ada 100 ribu orang yang diajak, misalnya, itu baru bisa disebut ujaran kebencian. Konteksnya ini kan antar individu," tandasnya. (ang)