Geliat Batik Alam Khas Banyuwangi (1), Membongkar Tradisi Pewarna Kimia
Pengrajin batik di Banyuwangi mulai menggunakan pewarna alam untuk batik dan sudah meninggalkan perwarna kimia.
Editor: Y Gustaman
SURYA.CO.ID, BANYUWANGI - Industri batik kian lama berubah dan semakin tumbuh. Di tengah pesatnya batik, pewarna alam kini lebih banyak diminati.
Pengrajin di Kabupaten Banyuwangi pun mulai intensif menggunakan pewarna alam untuk batik dan meninggalkan pewarna kimia.
Lalu apa istimewanya batik Banyuwangi dengan daerah lain yang dikenal sebagai tempat batik dengan pewarna alam, seperti Yogyakarta, Solo, dan lainnya?
Perlahan, Banyuwangi mulai dikenal sebagai produsen batik dengan pewarna alami. Industri-industi batik di Banyuwangi diarahkan menggunakan bahan-bahan pewarna dari beragam tanaman di sekitar rumah.
Di antara perwarna alam diambil dari daun krangkong (sejenis kangkung), daun lamtoro, daun mangga, jati, jengkol, kulit kopi, daun ketepeng, putri malu dan kumis kucing.
Pemkab Banyuwangi sampai mendatangkan secara khusus desainer nasional Merdi Sihombing yang telah dikenal di dunia internasional. Merdi terlibat melatih para perajin batik di Banyuwangi yang mayoritas adalah pengusaha mikro, kecil, dan menengah.
Sekitar 15 hari, Merdi melatih para pengarajin batik Banyuwangi. Asal tahu saja, Merdi yang ini bukanlah orang yang mendesain penutup kepala Presiden Joko Widodo saat kunjungan ke Toba, Sumatera Utara.
"Itu bukan saya, hanya namanya saja yang sama," Merdi menjelaskan, Rabu (24/8/2016).
Sebagai desainer, Merdi dikenal lebih mengeksplorasi serta mengaplikasikan kesederhanaan masyarakat di pelosok Nusantara dalam kehidupan modern.
Karya tulis yang ditelurkan Merdi di antaranya 'Perjalanan Tenun,' berisi perjalanan tenun dari barat ke timur Indonesia yakni Batak, Baduy, NTT, Kalimantan dan Papua.
Merdi mengatakan Banyuwangi memiliki semuanya. Bahan-bahan alam yang bisa dijadikan sebagai bahan pewarna alam untuk batik.
"Alam Banyuwangi telah menyediakan bahan-bahan untuk pewarnanya. Pengrajin batik tidak kesulitan untuk mencari pewarna alamnya," terang Merdi.
Bersama pengrajin, Merdi bereksperimen menggunakan bahan-bahan alam yang jarang digunakan di antaranya daun jati yang telah kering, krangkong, putri malu, dan tanaman-tanaman liar di sekitar.
Hasil eksperimen itu, batik yang dihasilkan Banyuwangi bisa membongkar filosofi batik alam yang ada selama ini. Batik alam selama ini dikenal memiliki warna pudar, tak bisa cerah seperti batik yang menggunakan pewarna buatan.
"Tapi lihat, warna batik alam di Banyuwangi memiliki warna yang cerah. Warna cokelat, hijau, dan lainnya bisa cerah. Ini membongkar filosofi batik alam selama ini," kata Merdi.
Dengan bereksperimen seperti ini, Banyuwangi akan memiliki warna khas yang menjadi andalan dan tidak ada di daerah lainnya.
Merdi mengapresiasi geliat UMKM batik di Banyuwangi. Dia menilai batik Banyuwangi punya potensi besar untuk terus berkembang. Apalagi, secara bertahap pasar mulai terbentuk dengan hadirnya para wisatawan.
”Asal telaten, lalu ada sentuhan marketing, ini akan sangat bagus. Sistem kerjanya perlu dibangun. Dengan pewarna alam juga pasarnya sangat tinggi. Di sini saya mendorong kreativitas, bagaimana membentuk komposisi dan pewarnaan. Potensinya luar biasa,” ujar dia.