Sidak Panti Pijat, Ridwan Kamil Pergoki Terapis dan Pelanggan Lagi Telanjang
Usai melongok setiap kamar, Ridwan kemudian menyuruh seluruh terapis untuk berkumpul di sebuah ruangan.
Editor: Hasanudin Aco
Dalam ruangan berlampu temaram, puluhan perempuan yang berprofesi sebagai terapis itu duduk melingkar. Wangi parfum pun menusuk hidung. Ridwan Kamil berdiri di tengah mereka. Kepada para terapis, Ridwan mengabarkan bahwa tempat itu akan disegel.
"Jadi tempat ini kita segel, yah," kata Ridwan di tengah para wanita berbusana seksi itu.
Kalimat itu mengundang protes dari para terapis yang berusia kisaran 20-35 tahun. Menurut mereka, penyegelan itu terkesan tebang pilih. Pasalnya, masih banyak panti pijat yang turut membuka jasa layanan seksual namun luput dari perhatian pemerintah.
"Kalau ini ditutup tempat lain gimana Pak, kan di Bandung banyak yang begini. Harusnya semuanya diberantas biar adil," kata salah seorang terapis sambil menyebut lima nama tempat panti pijat tersohor di Bandung.
Menurutnya, razia tersebut akan membuat panti pijat lain "main aman" dengan menghilangkan paket pijat esek-esek.
"Kalau sudah begini (razia) mereka sudah bisa antisipasi," ucapnya.
Siska yang duduk di ujung kursi turut melontarkan keluhannya terhadap orang nomor satu di Bandung itu. Dia mengaku, desakan ekonomi yang membuatnya terpaksa memilih profesi sebagai terapis. Tiap layanan seks, Siska membanderol dengan harga Rp 800.000.
"Setelah dipotong manajemen saya hanya dapat Rp. 350 ribu sekali transaksi. Kami kerja begini siapa yang mau. Kita semuanya sudah punya anak. Kebanyakan kita korban lelaki, janda bodong, dicerai," keluh Siska.
Tawarkan kredit melati
Menanggapi keluhan para terapis, Ridwan pun memberikan solusi. Ia menawarkan para terapis untuk ikut program kredit tanpa agunan Melati (melawan rentenir).
"Saya kasih solusi. Mau dagang enggak? Kalau mau dagang saya kasih modal Rp 30 juta tanpa agunan, asal lima orang kolektif, berkelompok. Usahanya beda-beda di Bandung mah payu (laku) dagang apa saja juga. Nanti di sini ada koordinatornya saja. Saya kasih solusi hanya untuk warga Bandung," ucap Emil disambut antusias para terapis.
Emil pun memberi sedikit nasihat kepada para terapis. Menurutnya, tiap orang punya masalah hidup. Namun, cara yang dilakukan para terapis tak dibenarkan menurut aturan.
"Tiap orang punya masalah hidup, saya sudah bilang di Indonesia boleh ngapain saja asal jangan melanggar hukum," ungkapnya.
Dari hasil pendataan petugas, mayoritas para terapis berstatus janda. Sebanyak 60 persen para terapis itu memiliki KTP Kota Bandung. Sisanya berasal dari daerah tetangga seperti Kabupaten Bandung, Sumedang dan Subang.
Usai didata, Siska bersama rekannya bergegas mengganti baju. Secara bersamaan mereka pulang menerobos rintik hujan di pusat Kota Bandung.
Penulis : Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani