Mirip Flintstone, Kakek di Kulonprogo Ini Tinggal di Rumah Batu
Menjalani usia senja dengan keluarga merupakan hal yang begitu diidam-idamkan. Namun, tidak demikian dengan Yatiman.
Editor: Sugiyarto
![Mirip Flintstone, Kakek di Kulonprogo Ini Tinggal di Rumah Batu](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/rumah-batu_20161018_040536.jpg)
Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru
TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Menjalani usia senja dengan keluarga merupakan hal yang begitu diidam-idamkan. Namun, tidak demikian dengan Yatiman.
Kakek tersebut lebih memilih hidup dengan kesendirian di sebuah rumah batu.
Berjarak 200 meter dengan tetangga terdekat, Yatiman hanya ditemani pohon trembesi di sekitarnya.
Rumah tersebut terletak di tengah hutan di Dusun Geden, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo.
Saat itu, Yatiman tampak mengenakan baju polo bergaris biru, celana coklat dengan sehelai kain sebagai ikat pinggang membalut tubuhnya yang renta.
Dengan perlahan, Yatiman keluar dari rumah yang tersusun dari batu tersebut, Senin (17/10/2016).
Meski sederhana, rumah setinggi dua meter dengan lebar tiga kali tujuh meter tersebut tampak tetap kokoh berdiri.
Padahal, kontruksi bangunan tersebut tanpa tambahan perekat bangunan seperti semen.
Dengan atap terpal, Yatiman berlindung dari panas dan hujan di rumah tersebut.
Bertahun-tahun Yatiman tinggal di rumah batu di tengah hutan Dusun Geden, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo, (17/10/2016).
Meski dengan bahasa ngalor-ngidul dan sedikit nglantur, Yatiman menceritakan pembangunan rumah yang tampak begitu ia banggakan.
Bahkan, Yatiman pun tak segan mengatakan bahwa rumahnya tersebut belum selesai dibangun.
"Le numpuk watu didongkel (menumpuk batu dari batu yang dicongkel). Durung diitung rampung, calonnya dikerjakan lagi dan dilepo," jelasnya.
Yatiman mengaku, bahwa ia membangun rumah tersebut semenjak tahun 1971. Tepatnya setelah ia pulang dari sebuah pulau di luar Jawa.
Bahkan, sebelum keluar Jawa ia mengaku pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Saat ditanya tentang pilihannya tinggal sebatang kara di tengah hutan, Yatiman menjawab dengan santai tanpa beban bahwa ini merupakan pilihannya.
Panas dan dinginya cuaca serta gelapnya malam dianggap hal yang biasa baginya.
"Nggih temandange ngeten niki, urip karepe dewe (ya seperti ini, hidup semaunya sendiri). Rasane kepenak turu nang gunung silir (rasanya enak tidur di gunung, sejuk)," lanjutnya.
Ia juga menyatakan tidak takut dengan ancaman binatang buas maupun hal-hal lainya. Untuk bertahan hidup, ia juga terbiasa mencari makan di hutan.
"Yo paling coro sama cecak (ya paling kecoa sama cicak)," lanjutnya.
Dianggap Terlalu Pintar
Terlepas dari apakah Yatiman menderita gangguan jiwa, sebagian warga menganggap Yatiman itu pintar.
Bahkan terlalu pintar. Namun, kepintarannya tersebut dianggap malah membuatnya bertingkah aneh.
"Sebenarnya Yatiman itu pintar," jelas Daliyem, salah seorang warga sekitar.
Daliyem pun menjelaskan bahwa Yatiman tidak pernah mengganggu tetangga.
Yatiman malah tergolong seorang yang dermawan. Ketika mendapat makanan dari hutan ia tidak segan membagikannya.
"Kadang kalau mendapat umbi-umbian ia bagikan ke tetangga yang disenangi," tambahnya.
Bertahun-tahun Yatiman tinggal di rumah batu di tengah hutan Dusun Geden, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo, (17/10/2016).
Daliyem pun mengaku tidak mengetahui pasti kapan Yatiman mulai tinggal di rumah batu tersebut. Sejak dulu yang ia tahu Yatiman sudah hidup seperti itu.
Pernah Berencana Dibuatkan Rumah
Agus Triyono, Kepala Dusun Gaden menjelaskan bahwa sebenarnya pernah ada rencana untuk membuatkan rumah yang layak bagi Bung Timan, sapaan akrab Yatiman.
Namun, karena keterbatasan komunikasi dan kebiasaan Yatiman yang jarang bersosialisasi dengan warga, niatan itu pun urung dilaksanakan.
"Dengan warga sekitar jarang komunikasi. Dulu pernah akan di bikinkan rumah cuma dia tidak komunikatif dan kemungkinan juga tidak mau," jelasnya.
Kehidupan Bung Timan yang semaunya sendiri seperti mengambil hasil pertanian warga dan menanami lahan warga pun sudah dianggap lumrah menurut Agus.
"Hanya ambil, masyarakat tidak terganggu dan hanya menganggap lumrah. Cuma memang yang menjadi keprihatinan hidup sendiri dan jauh dari tetangga. Misalnya sakit nggak ada yang tahu. Mau kasih makanan juga jauh," ungkapnya.
Agus menjelaskan, bahwa tanah yang ditempati lelaki yang berusia 65 tahun tersebut merupakan milik sah Yatiman. Hanya, sertifikat tanah tersebut masih atas nama orangtua atau kakek Yatiman.
"Kalau dari silsilah itu tanah keluarga, cuma sertifikat belum dia. Masih simbah-simbahnya," tambahnya.
Berdasarkan silsilah tersebut, hanya Yatiman lah yang tinggal di dusun tersebut. Menurut Agus, pajak dari tanah tersebut dibayar oleh saudara yang berada di desa lain. Namun, Agus mengaku tidak paham keluarganya seperti apa.
"Untuk urusan kependudukan mau disuruh cariin KTP yang baru nggak mau. Orangnya agak sulit. Hanya orang-orang tertentu yang mau diajak ngobrol," tutupnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.