Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Pohon Asem di Pasar Peterongan, Konon yang Coba Tebang Bakal Sakit dan Meninggal

Cerita keramat seperti itu berlangsung turun-temurun. Jadi banyak yang percaya pohon asem itu sakral.

Editor: Willem Jonata

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Galih Permadi

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Semerbak wangi kemenyan menyeruak di sekitar pohon asem (Tamarindus indica) di depan Pasar Peterongan, Semarang.

Sebuah gerabah ditempatkan pada sudut pembatas pohon tersebut sebagai tempat sesajen, Senin (13/3/2017).

Di sekitarnya bertebaran bunga mawar merah dan putih. Di balik hiruk pikuk Pasar Peterongan, memang terdapat sebuah pohon asem berusia ratusan tahun. Pedagang dan warga sekitar menganggapnya sakral.

Pohon itu merupakan sebuah punden yang dikenal sebagai punden Mbah Gosang. Nama Gosang berasal dari buah pohon asem tersebut yang tak memiliki biji seperti buah asem lain.

Seorang pedagang, Cokro, menyebutkan pohon itu berkali-kali akan dirobohkan. Namun, orang yang menebang mendadak jatuh sakit dan meninggal.

"Cerita keramat turun-temurun seperti itu. Jadi banyak yang percaya pohon asem itu pohon sakral. Mbah Gosang menurut cerita yang pertama kali menanam pohon itu," ujar Cokro.

BERITA TERKAIT

Tradisi ziarah di lokasi itu masih rutin digelar. Setiap 10 Suro bahkan ada tradisi gebyuran. Jadi pada tanggal tersebut, para pedagang menggelar selamatan.

Beberapa tetek bengek ritual pun disiapkan antara lain air, kemenyan, dan bunga. "Setelah didoakan pedagang berebut air dan bunga. Bagi orang yang percaya, bunga disimpan di kios agar dagangan laris," ujarnya.

Adapun peziarah kebanyakan datang pada malam Jumat Kliwon. Sejarawan Semarang Djawahir Muhammad dalam buku Semarang Sepanjang Jalan Kenangan menceritakan kesakralan pohon di Pasar Peterongan ini.

Pada 1964, pengelola pasar ingin membangun kantor bagi lurah pasar. Lokasinya berdekatan dengan punden Mbah Gosang tersebut.

Untuk memudahkan pembangunan kantor, harus lebih dulu menebang pohon asam jawa itu. Banyak yang percaya pohon tersebut memiliki sisi magis.

Pengelola pasar membuat sebuah sayembara. Isinya, siapa saja yang mampu menebang pohon asam tersebut akan mendapat penghargaan.

Ada seorang kiai asal Pleburan, Semarang Selatan, yang memberanikan diri. Beberapa cabang dan ranting berhasil dipotong tapi tiba-tiba dia sakit. Beberapa hari kemudian, tersiar kabar sang kiai meninggal dunia

Pelestari cagar budaya, Kriswandono, mengatakan usia pohon tersebut sudah ratusan tahun. Keberadaannya kini dipertahankan ketika Pasar Peterongan dikonservasi.

"Ada dua pertimbangan mempertahankan keberadaan pohon asem tersebut, yakni sisi kecagarbudayaan dan lingkungan," jelas Kris.(*)

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas