Keseharian Wakil Rakyat Asal Tomohon Bikin Geleng-Geleng Kepala
Jualan demi periuk nasi sekaligus hobi, sementara anggota dewan adalah tanggung jawab kepercayaan yang diberikan Sang Khalik dan konstituen
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Manado Ryo Noor
TRIBUNNEWS.COM, TOMOHON - Senyum Michael Pieter Lala yang akrab disapa Melki mengembang ketika menyambut seorang oma di lapak tahu tempe miliknya di Pasar Beriman Tomohon, Sabtu (6/5) pagi.
"Yang ini harganya Rp 10 ribu yang ini Rp 20 ribu," ujar Michael menawarkan tahu yang sudah tersusun di lapaknya.
Sapaannya ramah dengan senyum melayani pelanggan.
Michael Lala memang unik, siapa sangka si penjual tahu itu adalah Anggota DPRD Tomohon bahkan menjabat Ketua Fraksi Gerindra.
Meski sudah naik status sosial sebagai anggota dewan, Michael tetap tidak meninggalkan rutinitasnya jualan tahu dan tempe.
Michael jualan tahu-tempe dibantu istri dan seorang pekerja upahan.
Ia memakai tiga lapak sekaligus.
Sabtu itu memang pasar sedang ramai-ramainya.
Michael menyiapkan ember-ember besar berisi tahu, ribuan jumlahnya.
Tahu dan tempe pun disusun rapi di atas lapaknya.
Agar lebih memudahkan konsumen memilih, tahu sudah ditaruh di dalam plastik, diatur sesuai harga.
"Dimasukkan ke plastik supaya cepat layani pelanggan," ujarnya.
Tak terasa, kata Michael, sudah 15 tahun berlalu jualan tahu dan tempe.
Sebelum jualan tahu dan tempe, sudah jualan macam-macam termasuk sayur.
"Orang sudah tahu saya karena sejak kecil sudah di pasar. Kalau di pasar dari kecil, karena orangtua juga pedagang. Jualan tahu tempe baru sekitar 15 tahun," kata dia.
Dari hanya berjualan, berkembang belajar membuat tahu dan tempe.
Semua dari nol, hingga mampu membuat pabrik tahu dan tempe sendiri.
Meski mempekerjakan orang, dan jadi anggota dewan, tapi kata Michael, sulit melepas rutinitas jualan di pasar.
"Sudah kebiasaan dari dulu, jadi susah kalau mau ditinggalkan," ungkapnya.
Bahkan kebiasaan itu ikut turun ke kedua anaknya. Si Sulung Alfa kini sedang kuliah S2 di Universitas Klabat.
Sementara si Bungsu Citra kini kuliah S1 di Universitas Dela Salle.
"Kalau libur mereka (anak-anak) ikut jualan, mereka suka sendiri bukan saya paksa. Saya ajarkan ke anak-anak, bahwa cari hidup itu tidak gampang," sebutnya.
Rutinitas jualan dimulai sejak dini hari. Ia harus bangun pagi mempersiapkan segala sesuatu.
Tahu dan tempe dibawa dengan mobil, seperti kebiasannya dari dulu, Michael mengaku ke pasar naik ojek
"Dari dulu memang cuma naik ojek," kata Michael.
Naik ojek juga memang sudah semacam nasar yang disampaikan ke konstituennya ketika mencalonkan diri.
"Waktu itu memang ada yang tanya kalau sudah jadi Anggota Dewan masih mau naik ojek? Saya tegaskan tetap naik ojek," ujar pria asli Tomohon ini.
Biasanya pasar ramai antara jam 9 dan 10 pagi. Jika sudah melewati waktu itu, Michael harus menyudahi berdagang tahu tempe.
Ia harus meninggalkan lapak dagangan karena harus pergi ke Kantor Dewan.
"Sesuai Tata Tertib Dewan, masuk jam 9 pagi. Maka harus menyudahi berjualan. Nanti dilanjutkan istri dan orang kerja," kata pria yang besar di Paslaten ini.
Aktivitas jualannya memang menyesuaikan dengan agenda dewan.
Jualan demi periuk nasi sekaligus hobi, sementara tugas sebagai anggota dewan adalah tanggung jawab kepercayaan yang diberikan Sang Khalik dan konstituen.
Agar berimbang maka harus tahu mengatur waktu.
Usai jualan harus cepat pulang bersiap diri ke kantor untuk bertugas sebagai anggota dewan.
Namun kalau ada agenda pagi hari, atau tugas ke luar daerah, terpaksa harus meninggalkan aktivitas jualan tahu tempe.
"Kalau sedang tidak ada aktivitas Dewan, saya suka jualan. Kalau ada aktivitas menyesuaikan, tapi tidak mengesampingkan tanggung jawab sebagai wakil rakyat," kata dia.
Di DPRD memang cukup sibuk, tahun ini banyak Perda yang harus diselesaikan, belum lagi jadwal rapat pembahasan, dan sidang paripurna.
Ia mengakui, gaji menjadi anggota dewan memang lumayan.
Tiap bulan ditambah tunjangan bisa mencapai Rp 15 juta namun tidak penuh diterima karena harus juga memasukkan iuran ke partai.
Namun menurutnya, menjadi anggota dewan bukan untuk mencari gaji atau agar naik status sosial.
Ia besar di Paslaten, namun setelah menikah tinggal di Kolongan.
Sebelum jadi legislator melihat pembangunan infrastruktur di wilayahnya tak begitu berkembang sehingga muncul keinginan membantu masyarakat. Tapi agar efektif mesti masuk dalam sistem, misalnya menjadi Anggota Dewan.
"Terpanggil ikut calon karena melihat kondisi, kampung kelurahan yang sangat tertinggal pembangunan infrastruktur. Padahal ada kantor Wali Kota dekat situ," sebutnya.
Seorang warga Paslaten, Piet Timbuleng yang bertetangga di masa kecil Michael mengatakan bahwa sejak kecil memang Michael sudah biasa jualan, sampai dewasa menjadi seorang pedagang. Dari sayur kemudian jualan tahu.
"Begitulah nasib manusia, siapa sangka penjual di pasar jadi Anggota Dewan," ungkapnya.
Ane Rapar, pedagang Pasar Beriman mengaku mengenal Michael. Biasanya dipanggil Melki.
"Dari dulu memang penjual di pasar, dari masih anak-anak sudah di pasar, karena dulu orangtuanya juga pedagang pasar. Sampai sekarang hidup dari jualan di pasar," ungkapnya.
Yuce Talokon, tukang ojek Pasar Beriman mengungkapkan, mengenal baik Michael. Sejak dulu, kata Yuce, si penjual tahu itu langganan ojek.
"Meski sudah Anggota Dewan kalau mau jaualan di Pasar dan pulang dari pasar, selalu naik ojek," ungkap Yuce.
Kalau belanja di pasar, Yuce mengungkapkan kerap kali singgah di lapak tahu sang legislator. "Kadang malu juga," kata dia.
Ia mengungkapkan, sosok politisi Partai Gerindra di matanya tetap sama meski sudah jadi Anggota Dewan.
Tetap jualan di pasar, dan naik ojek. Bahkan, meski sudah naik status sosial, Yuce mengatakan tetap memanggil nama sang legislator dengan nama pendek, Melki.
"Saya panggil dia Melki, dari dulu begitu," katanya.
Memang sudah seharusnya begitu, kalau sudah di atas jangan lupa jati diri.
"Kan banyak orang kalau sudah punya kedudukan di atas naik mobil kaca saja di tutup," ungkap Yuce. (ryo)