'Kami tidak Bisa Melihat tapi Bisa Membaca Alquran'
Ketiadaan penglihatan tidak menyurutkan para tunanetra ini untuk melantunkan Kitabullah dengan merdu.
Editor: Dewi Agustina
JARI-JARI itu menari lincah di atas Alquran. Setiap sentuhan mengeluarkan kalimat pujian dan peringatan dari Allah SWT.
Ketiadaan penglihatan tidak menyurutkan para tunanetra ini untuk melantunkan Kitabullah dengan merdu.
Lantunan ayat suci Alquran langsung terdengar ketika kaki baru menginjak halaman depan sebuah gedung milik Dinas Sosial Sumatera Utara (Sumut) di Jalan Sampul, Medan Petisah.
Semakin jauh kaki melangkah, sumber suara yang begitu syahdu semakin jelas terlihat.
Di ruangan belakang bagian dalam gedung tampak sekumpulan wanita sedang khusyuk mengaji, sedangkan kelompok pria mengambil tempat di ruangan bagian luar.
Ruangan ini sangat sederhana. Mirip kantin yang sudah lama tidak terpakai.
Aktivitas mengaji ini tidak biasa, karena Quran yang digunakan model braille.
Ya, Alquran jenis ini memang hanya bisa dibaca oleh para tunatera.
Bila dilihat sepintas, Alquran ini hanya berisi lembaran kertas putih.
Namun, begitu jari-jari dilekatkan pada lembaran itu baru terasa susunan berupa titik yang menonjol.
"Kami tidak bisa melihat, tapi bisa membaca Quran," itulah yang diucapkan Wakil Ketua DPD Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sumut, Syaiful Bakti Daulay, kepada Serambi di Medan, Kamis (1/6/2017).
Pertuni Sumut sudah rutin mengajarkan membaca Alquran braille sejak sepuluh tahun lalu.
Dimulai dengan kegiatan mengaji antarsesama jebolan dinas sosial, pengajian ini perlahan menjelma menjadi komunitas yang besar.
Makanya tidak heran bila dalam dua bulan selalu ada jemaah yang khatam.