Komnas HAM Minta Pemerintah Lindungi Nasib Pengusaha Korban Lumpur Lapindo
Komnas HAM melalui wakil ketuanya, M Nurkhoiron, minta pemerintah tetap melindungi nasib para pengusaha korban lumpur Lapindo
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Komnas HAM melalui wakil ketuanya, M Nurkhoiron, minta pemerintah tetap melindungi nasib para pengusaha korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL), terkait ganti rugi tempat usaha mereka yang musnah tenggelam dalam lumpur.
Pernyataan ini disampaikan Nurkhoiron saat mengadakan pertemuan dengan anggota GPKLL dan beberapa anggota dewan Kota Delta di Gedung DPRD Sidoarjo, Jumat (21/7/2017).
Nurkhoiron mengatakan persepsi pemerintah terkait ganti rugi para korban lumpur Lapindo masih salah kaprah.
"Dasar pemerintah memberikan dana talangan adalah berdasarkan aset yang dimiliki, bukan secara individu dan kemanusiaan. Padahal para pengusaha ini sama posisinya seperti warga, yaitu korban," kata Nurkhoiron.
Nurkhoiron menuturkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No 63/2015 yang sudah incracht secara tegas telah menyatakan bahwa kedudukan pengusaha sama dengan warga korban lumpur lainnya.
Harusnya, hak-hak pengusaha disetarakan dengan warga korban lumpur lainnya, terlepas nilai aset yang dimiliki para pengusaha tersebut.
"Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membatalkan dana talangan untuk pengusaha April lalu sama sekali tak melindungi hak para pengusaha ini," sambungnya.
Pihaknya akan menyampaikan rekomendasi atas hasil pertemuan ini ke pemerintah pusat terkait upaya penyelesaian ganti rugi bagi kalangan pengusaha yang nilai asetnya ditaksir Rp 800 miliar tersebut.
"Baik pemerintah maupun PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) harus bertanggungjawab terhadap penyelesaian ganti rugi tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Ketua GPKLL, Ritonga, pihaknya mengancam akan menutup lahan tanggul berikut aksesnya yang ada di lahan milik 30 pengusaha GPKLL jika rekomendasi Komnas HAM tak juga diindahkan pemerintah nantinya.
"Kami selalu mengedepankan upaya yang sesuai jalur hukum, seperti saat mengajukan gugatan ke MK. Namun jika cara ini tak juga diperhatikan, kami akan larang kegiatan apapun di tanggul yang ada di lahan milik kami," tegas Ritonga.