Asyiknya Berburu Sunrise di Kawasan Gunung Bromo Meski Diterpa Udara Dingin
Saat turun dari bus, udara dingin langsung terasa di sekujur tubuh. Penutup wajah dan sarung tangan langsung dikeluarkan untuk menghangatkan tubuh.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Hari biasa, ia hanya menarik kuda sampai ujung tangga Bromo tiga kali pulang pergi.
Tetapi bila masa liburan tiba maka Eko bisa menarik kuda sampai sore hari.
Sambil Eko bercerita, gemuruh suara kawah Gunung Bromo terdengar. Asap belerang dari kawah membumbung tinggi.
Bau belerang yang terbawa angin mulai menyengat hidung. Ternyata mendaki 250 anak tangga tidak mudah.
Di tengah jalan yang mendaki, banyak pengunjung menghentikan langkahnya untuk beristirahat sejenak.
Oksigen pun menipis tercampur bau belerang yang keluar dari kawah.
Tribunnews.com juga sempat beristirahat.
Sambil menunggu perjalanan selanjutnya, Tribunnews.com dan rekan lainnya menikmati teh hangat dan pisang goreng. Harganya cukup terjangkau.
Satu pisang goreng seharga Rp 2 ribu dan teh tawar Rp 3 ribu.
Seusai menikmati kawah Bromo, perjalanan dilanjutkan ke area Pasir Berbisik. Nama itu diambil sesuai lokasi pengambilan gambar film berjudul Pasir Berbisik.
Sopir jeep Basir menuturkan area padang pasir itu pernah mengalami banjir meskipun tidak hujan. Banjir disebabkan adanya lubang di celah Gunung Bromo.
Perjalanan terakhir menuju Bukit Teletubbies. Dimana pemandangan indah di kawasan Bromo itu mirip dengan film anak-anak produksi Ragdoll Productions yang dibintangi oleh karakter Tinky Winky, Dipsy, Laa Laa, dan Po.
Area tersebut menawarkan pemandangan indah perbukitan.
Ada pula jasa kuda dengan harga Rp 10 ribu untuk memutar lapangan Bukit Teletubbies.
Setelah puas menikmati area perbukitan, jeep putih yang dikemudikan Basir membawa rombongan kami kembali ke Hotel Nadia.