Diskusi Sastra Erotika Dibatalkan, Takut Membahas Pornografi
Diskusi Sastra Erotika Enny Arrow di Semarang batal terselenggara lantaran dihalangi Kepolisian Jawa Tengah.
TRIBUNNEWS.COM - Diskusi Sastra Erotika Enny Arrow di Semarang batal terselenggara lantaran dihalangi Kepolisian Jawa Tengah. Dalihnya, ada keberatan dari masyarakat sehingga berpotensi menimbulkan kegaduhan.
Berikut kisah lengkapnya yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Remaja era 1980-1990-an pasti tak asing dengan karya Enny Arrow. Sebut saja Puncak Bukit Kemesraan, Selembut Sutra, atau Noda-Noda Cinta. Judulnya yang agak ‘panas’ dengan sampul depan bergambar perempuan berpakaian minim atau sepasang kekasih berciuman, jadi bacaan yang mustahil terlewat.
Kalau anda membaca karya-karya Enny Arrow –atau bernama asli Enny Sukaesih Probowidagdo, sebetulnya tak melulu berbau erotisme, tapi ada kalanya komedi. Meskipun begitu, ada pula yang mempertanyakan, pantaskah karya Enny Arrow disebut karya sastra?
Hal ini lah yang hendak didiskusikan Dewan Kesenian Semarang –sejatinya pada 25 Juli lalu. Tapi sial, karena dilarang Kepolisian Jawa Tengah dengan alasan ada masyarakat yang keberatan. Ketua Dewan Kesenian Semarang, Handry TM.
“Nah yang akan kita bahas adalah kenapa pada era-era itu, lepas tahun 70-an kemudian sampai tahun 80-an ini, yang seperti ini masih longgar di masyarakat kita. Kita tidak bisa membayangkan ketika sekarang ini, Enny Arrow itu terbit membabi buta, tidak akan ada tempat. Nah ini yang akan kita kupas.” Ungkap Handry kepada KBR di Taman Budaya Raden Saleh, Selasa (25 /07).
Hanya saja, 19 Juli –atau lima hari sebelum acara terselenggara, Kepolisian Jawa Tengah mendatangi Suraukami/Kopium Kafe. Tujuan polisi meminta kegiatan ditunda. Kapolda Condro Kirono, mengatakan ada keberatan dari masyarakat sehingga berpotensi muncul kegaduhan.
Keberatan itu rupanya datang dari Lurah setempat Nanik Kusrini. Dia ingin pihak panitia menjelaskan isi diskusi untuk menjaga kenyamanan warganya. Sebab, lokasi diskusi persis berdempetan dengan kantornya.
Tapi betulkah diskusi yang digagas Dewan Kesenian Semarang berpotensi menimbulkan kericuhan?
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Purwono Adi Nugroho –pembicara diskusi, mengatakan gelaran ini didasari penelitian Henry Gib yang menyebut pulp fiction atau yang biasa dikenal dengan stensilan, sebenarnya revolusi tersendiri dalam sebuah pergerakan terhadap kritik sastra saat itu.
“Nah tetapi kita lihat sebenarnya, genre sastra erotik itu tidak semudah yang anda bayangkan seperti stesilan- stensilan, atau karya-karya tulisan yang 17-an, bukan yang seperti itu. Jadi dalam kajian erotika itu ada telaah tersendiri. Karena erotika sastra ini sebenarnya lebih-lebih bukan di pornografi, kita bukan berbicara kecabulan, tapi berbicara erotika.” Ungkap Purwono ketika ditemui KBR di Taman Budaya Raden Saleh, Selasa (25/07).
Purwono lantas mencontohkan salah satu penulis sastra erotika yang terkenal, Anais Nin –seorang penulis asal Eropa yang menceritakan perkawinan dan kehidupan seksualnya lewat buku harian. Namun, catatan itu bukan novel porno, melainkan bentuk perlawanan terhadap feminisme.
Dia juga bercerita, sastra erotika bukan hanya berisi eksploitasi tubuh, tapi juga interpretasi diri ketika bersama lawan jenis. Selain itu, bagi Purwono, erotika adalah konsep budaya layaknya estetika karena dalam erotika tak hanya mengulas seksualitas namun ada unsur fantasi.
Ia pun menegaskan, bahwa diskusi ini hanya mengkaji erotika dalam karya sastra, sehingga masyarakat diharapkan tidak menyamakannya dengan pornografi serta kecabulan.
Tertundanya diskusi Enny Arrow, mengecewakan pecinta sastra di Kota Semarang. Ketua Dewan Kesenian Semarang, Handry TM bahkan menyebut Arswendo Atmowiloto sempat mengontak dan menyampaikan rasa kesalnya.